Israel berencana melakukan pembalasan terhadap Iran atas puluhan serangan drone ke wilayahnya pada Minggu (14/4). Meski demikian, hingga saat ini belum ada informasi mengenai bagaimana atau kapan Israel akan melakukan serangan balasan.
Mengutip Scripps News, Kepala Staf Israel Defense Force (IDF) Herzi Halevi mengatakan, Iran akan mendapatkan konsekuensi atas serangan yang dilancarkan akhir pekan lalu. Ia menjelaskan, pihaknya akan merespons secara
"IDF siap untuk membalas ancaman apapun, baik dari Iran, maupun dari kelompok-kelompok militan. Respons serangan balasan selaras dengan misi utama kami, yakni melindungi negara Israel," kata Halevi, dikutip Rabu (17/4).
Opsi Serangan Balasan Israel ke Iran
Meski Israel mengatakan pertahanannya mampu menangkal sekitar 99% dari ratusan drone dan rudal yang ditembakkan Iran pada akhir pekan lalu, para pemimpin Israel mengatakan bahwa mereka tidak punya pilihan selain mengambil tindakan.
Sikap tersebut disampaikan oleh Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant kepada Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin, bahkan ketika para pejabat tinggi pemerintahan AS, termasuk Presiden Joe Biden, mendesak Israel untuk berhati-hati dengan responsnya.
Biden juga mengatakan kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bahwa AS tidak akan berpartisipasi atau mendukung serangan langsung Israel terhadap Iran.
Direktur Middle East Security Program Center for a New American Security (CNAS) Jonathan Lord mengatakan, adanya keengganan dukungan dari AS membuat Israel harus mengambil dua pilihan.
Pilihan yang dimaksud Lord, adalah apakah serangan balasan akan dilakukan dengan risiko tinggi di wilayah Iran, mungkin terhadap program nuklirnya atau target bernilai tinggi lainnya.
Atau apakah Israel akan mencoba menurunkan risiko perang regional dengan pendekatan yang lebih disesuaikan, seperti serangan siber terhadap Teheran, serangan yang ditargetkan terhadap komandan Iran di luar Iran, atau serangan terhadap kelompok proksi yang didukung Iran di wilayah tersebut.
Opsi 1: Menyerang Program Nuklir Iran
Mengutip Foreign Policy, Mantan Asisten Menteri Pertahanan Amerika Serikat untuk Timur Tengah Michael Mulroy mengatakan, salah satu opsi yang mungkin diambil Israel, adalah menyerang fasilitas nuklir milik Iran.
"Jika Israel benar-benar merespons terhadap Iran, tindakannya bisa sama pentingnya dengan menyerang fasilitas senjata nuklir Iran atau menyerang basis industri pertahanan mereka. Jika berhasil melakukan salah satu atau keduanya, Iran akan melakukan kesalahan strategis dalam melancarkan serangan akhir pekan lalu," kata Mulroy.
Ia menjelaskan, salah satu kemungkinan target yang bakal diincar jika Israel mengambil opsi ini, adalah fasilitas nuklir terbesar Iran di pegunungan Zagros.
Menurut Mulroy serangan langsung terhadap program nuklir Iran dapat berarti berakhirnya koalisi ad hoc negara-negara Arab yang mendukung upaya pertahanan rudal Israel melawan Iran akhir pekan ini.
Ini mungkin juga akan semakin menarik proksi Iran, seperti Hizbullah yang berbasis di Lebanon, ke dalam konfrontasi langsung yang lebih sengit dengan Israel.
Resiko mengambil opsi ini semakin besar, karena AS sudah memberi isyarat bahwa mereka tidak akan mendukung serangan langsung terhadap Iran.
Opsi 2: Menargetkan Pimpinan dan/atau Fasilitas Militer Iran
Opsi lainnya yang mungkin diambil Israel, adalah menyerang sasaran yang tidak terkait langsung dengan program nuklir Iran.
Misalnya, IDF dapat menargetkan pemimpin militer tinggi Iran, seperti Jenderal Amir Ali Hajizadeh, komandan pasukan Korps Garda Revolusi Islam (IRGC), yang mendalangi serangan drone dan rudal akhir pekan ini.
"Selain mengincar pimpinan militer Iran yang menjadi otak serangan drone dan rudal, Israel memiliki opsi lain dengan menyerang situs militer atau gudang senjata di dalam negeri, atau bahkan markas besar IRGC," kata Mulroy.
Meski demikian, opsi ini diragukan oleh Frank McKenzie, mantan jenderal Korps Marinir serta Direktur Rencana Strategis dan Kebijakan Departemen Pertahanan AS.
Menurutnya, mengincar personel militer penting membutuhkan waktu yang panjang, berminggu-minggu atau bahkan bulanan. Ini sulit dilakukan karena sifat militer Israel yang cenderung agresif.
"IDF memang menyukai kemenangan, namun bukan kemenangan defensif. Selain masalah waktu, menyerang personel penting militer pun sulit, karena Iran saat ini berada pada tingkat kewaspadaan yang tinggi. Kemungkinan para petinggi militer akan lebih banyak di bunker," ujar McKenzie.
Opsi 3: Menyerang Proksi Iran atau Meluncurkan Serangan Siber
Ketimbang opsi serangan ke fasilitas nuklir, militer atau personel penting, McKenzie menilai Israel akan memilih tindakan yang lebih sederhana. Opsi yang ia maksud, adalah menargetkan proksi Iran di Timur Tengah atau melakukan serangan siber.
Ia menjelaskan, Hizbullah menjadi salah satu target yang paling memungkinkan jika Israel memilih serangan ke proksi Iran. Apalagi, Israel telah melakukan serangan balasan terhadap kelompok militan di Lebanon ini selama enam bulan terakhir.
"Israel dapat memilih untuk melancarkan kampanye militer yang jauh lebih intensif terhadap Hizbullah," ujarnya.
Namun, hal itu membawa risiko tersendiri bagi Israel, akrena sejak serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, Hizbullah berusaha menghindari perang besar-besaran dengan Israel. Namun, jika Hizbullah memutuskan untuk terlibat dalam perang habis-habisan, ini akan menjadi eskalasi yang ekstrem
"Persenjataan Hizbullah yang berjumlah lebih dari 100.000 roket, jauh melebihi Hamas, dan para pejuangnya terlatih dengan baik dan tangguh dalam pertempuran. Kelompok ini pasti akan menderita kerugian jika berhadapan frontal dengan Israel, namun Tel Aviv juga akan menderita kerugian besar," kata McKenzie.
Sementara, opsi serangan siber menjadi salah satu opsi yang mungkin diambil Israel. Pasalnya, dalam hal teknologi, Israel lebih unggul dibandingkan Iran.