Mengenal Gangguan Suasana Hati, Depresi dan Pengobatannya

Freepik
Ilustrasi, depresi.
Penulis: Tifani
Editor: Agung
24/10/2022, 11.58 WIB

Depresi adalah gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan perasaan sedih yang mendalam dan kehilangan minat terhadap hal-hal yang disukai. Gejala utama seseorang dinyatakan mengalami depresi jika sudah dua minggu merasa sedih, putus harapan, atau tidak berharga.

Depresi yang dibiarkan terus berlanjut dan tidak mendapatkan penanganan dapat menyebabkan terjadinya penurunan produktifitas kerja, gangguan hubungan sosial, hingga munculnya keinginan untuk bunuh diri.

Dikutip dari laman halodoc.com, depresi bisa menyerang siapa saja, termasuk wanita. Depresi pada wanita sering dikaitkan dengan perubahan hormonal, termasuk menstruasi, kehamilan, setelah melahirkan, atau menopause. Namun, sampai saat ini belum ada penelitian yang menemukan penyebab lebih seringnya depresi terjadi pada perempuan.

Penyebab Depresi

Belum diketahui secara pasti sesuatu yang dapat menyebabkan depresi. Namun ada beberapa risiko yang dapat meningkatkan risiko dari gangguan mental ini adalah:

1. Faktor Genetik

Masalah depresi lebih berisiko terjadi pada seseorang dengan keluarga inti yang pernah mengidapnya. Disebutkan jika gen dapat memengaruhi risiko dari penyebab depresi.

2. Masalah Biologis

Seseorang yang mengidap depresi kemungkinan mengalami perubahan fisik di otak. Meski begitu, tingkat signifikan dari perubahan ini belum diketahui secara pasti, meski akhirnya dapat membantu untuk menentukan sesuatu yang menyebabkannya.

3. Gangguan Hormon

Perubahan atau gangguan pada keseimbangan hormon dapat memicu terjadinya depresi. Hal ini kerap terjadi selama kehamilan dan beberapa minggu atau bulan setelahnya (pascapartum). Selain itu, seseorang yang mengalami masalah tiroid, menopause, serta beberapa kondisi lainnya juga memiliki risiko tinggi pada depresi.

4. Gangguan Kimia pada Otak

Neurotransmitter adalah bahan kimia pada otak yang terbentuk secara alami dan disebut-sebut dapat berperan dalam depresi. Sebuah penelitian menyebut jika perubahan dalam fungsi dan efek neurotransmitter ini dapat memengaruhi stabilitas suasana hati sehingga memengaruhi tingkat depresi pada seseorang.

5. Trauma

Stres, kematian orang yang dicintai, peristiwa yang mengecewakan (trauma), isolasi dan kurangnya dukungan dapat menyebabkan depresi.
Kondisi medis: Rasa sakit dan penyakit fisik yang berkelanjutan dapat menyebabkan depresi. Pengidap penyakit kronis seperti diabetes, kanker, dan penyakit Parkinson lebih rentan mengalami depresi.

6. Pengaruh Obat-obatan

Beberapa obat memiliki efek samping depresi. Narkoba dan alkohol juga dapat menyebabkan depresi atau memperburuknya.

7. Kepribadian

Kepribadian seseorang juga menjadi salah satu penyebab munculnya depresi. Dalam hal ini, orang yang mudah kewalahan, atau mengalami kesulitan mengatasi situasi tertentu, lebih rentan terhadap depresi.

Faktor-faktor yang Dapat Mengakibatkan Depresi

Depresi umumnya terjadi pada remaja di rentang usia 20 hingga 30-an, meski semua rentang usia juga memiliki risiko mengalami depresi tersendiri. Lebih banyak wanita dibandingkan pria yang didiagnosis mengidap gangguan mental ini, tetapi wanita lebih cenderung segera mencari pengobatan.

Depresi yang dialami oleh usia paruh baya atau orang dewasa yang lebih tua dapat terjadi bersamaan dengan penyakit medis serius lainnya. Contohnya seperti diabetes, kanker, penyakit jantung, dan penyakit Parkinson.

Penyakit kronis tersebut sering kali lebih buruk ketika depresi hadir. Terkadang obat yang diminum untuk penyakit fisik ini dapat menyebabkan efek samping yang berkontribusi pada depresi.

Beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya depresi, antara lain:

  • Memiliki riwayat gangguan kesehatan mental pada keluarga.
  • Menyalahgunakan alkohol atau obat terlarang.
  • Memiliki ciri kepribadian tertentu, seperti rendah diri, terlalu keras dalam menilai diri sendiri, pesimis, atau terlalu bergantung kepada orang lain.
  • Mengidap penyakit kronis atau serius, seperti gangguan hormon tiroid, cedera kepala, HIV/AIDS, diabetes, kanker, stroke, nyeri kronis, atau penyakit jantung.
  • Mengonsumsi obat-obatan tertentu, seperti beberapa obat tekanan darah tinggi atau obat tidur.
  • Mengalami kejadian traumatik, seperti kekerasan seksual, kematian, kehilangan orang yang dicintai, atau masalah keuangan.

Diagnosis Gangguan Depresi

Dokter akan mendiagnosis depresi dengan melakukan wawancara medis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan psikologis, serta pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan darah jika diperlukan. Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk mengetahui penyebab depresi.

Berikut penjelasan lebih lengkapnya:

1. Pemeriksaan Fisik

Dokter mungkin akan melakukan pemeriksaan fisik dan mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan kesehatan. Dalam beberapa kasus, depresi yang terjadi dihubungkan dengan masalah kesehatan fisik yang menjadi penyebabnya.

2. Tes Laboratorium

Dilakukan untuk memastikan gangguan kelenjar tiroid yang merupakan salah satu pemicu depresi adalah dengan hitung darah lengkap. Ahli medis dapat menilai jika terdapat gangguan pada organ tersebut sehingga langsung melakukan penanganan.

3. Pemeriksaan Mental

Ahli kesehatan mental akan bertanya tentang gejala yang dirasakan, pikiran, perasaan, serta pola perilaku yang dirasakan. Selain itu, pasien mungkin diminta untuk mengisi kuisioner untuk menjawab beberapa pertanyaan untuk menilai kesehatan mental.

4. DSM-5

Dokter juga dapat menggunakan kriteria untuk depresi yang tercantum dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5), yang diterbitkan oleh American Psychiatric Association.

Komplikasi Ganggguan Depresi

Depresi adalah gangguan mental serius yang bisa berakibat fatal bagi pengidap maupun keluarganya. Depresi sering kali menjadi lebih buruk bila tidak diobati, serta mengakibatkan masalah emosional, perilaku dan kesehatan yang memengaruhi setiap area kehidupan pengidapnya.

Beberapa komplikasi yang bisa terjadi akibat depresi, antara lain:

  • Kelebihan berat badan atau obesitas, yang bisa menyebabkan penyakit jantung dan diabetes.
  • Penyakit fisik.
  • Pelarian berupa alkohol atau penyalahgunaan narkoba.
  • Kecemasan, gangguan panik atau fobia sosial.
  • Menimbulkan konflik keluarga, kesulitan hubungan, dan masalah pekerjaan atau sekolah.
  • Isolasi sosial.
  • Muncul perasaan ingin bunuh diri, percobaan bunuh diri, atau bunuh diri.
  • Keinginan untuk mutilasi diri.
  • Kematian dini akibat kondisi medis.

Pengobatan Gangguan Depresi

Hidup dengan depresi memang berat, tetapi pengobatan dapat membantu untuk meningkatkan kualitas hidup pengidapnya. Cobalah untuk menemui ahli medis untuk meminta beberapa metode pengobatan agar menjadi lebih baik.

Apabila depresi masih tergolong ringan, perawatan diri sendiri mungkin masih bisa membantu. Jika perawatan diri sendiri sudah tidak efektif, pengidapnya mungkin memerlukan konseling psikiater atau obat yang diresepkan dokter.

Beberapa cara yang bisa dilakukan dokter untuk membantu pengidap mengatasi depresi yang dialaminya, antara lain:

1. Perawatan Mandiri

Jika depresi masih tergolong ringan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk membantu mengurangi gejala depresi. Bagi banyak orang, olahraga teratur membantu menciptakan perasaan positif dan meningkatkan suasana hati. Mendapatkan kualitas tidur yang cukup secara teratur, makan makanan yang sehat dan menghindari alkohol (depresan) juga dapat membantu mengurangi gejala depresi.

2. Psikoterapi

Perawatan ini umumnya direkomendasikan untuk kasus depresi ringan hingga berat. Psikoterapi juga sering dikombinasikan bersama obat-obatan. Berikut jenis-jenis terapi untuk mengatasi depresi:

3. Cognitive Behavior Therapy (CBT)

Terapi ini bertujuan untuk membantu pengidap melepaskan pikiran dan perasaan negatif, serta menggantinya dengan respon positif.

4. Problem-solving Therapy (PST)

PST merupakan terapi untuk meningkatkan kemampuan pengidap menghadapi pengalaman yang memicu rasa tertekan.

5. Interpersonal Therapy (IPT)

IPT merupakan terapi gangguan depresi yang akan membantu mengatasi masalah yang muncul saat berhubungan dengan orang lain.

6. Terapi Psikodinamis

Psikodinamis merupakan terapi untuk membantu pengidap memahami apa yang dirasakannya dan bagaimana merespon perasaan tersebut. Bergantung pada tingkat keparahan depresi, pengobatan dapat memakan waktu beberapa minggu atau lebih lama. Dalam banyak kasus, peningkatan yang signifikan dapat dilakukan dalam 10 hingga 15 sesi.

7. Obat-obatan

Ketidakseimbangan bahan kimia pada otak menjadi salah satu faktor risiko depresi. Dokter dapat meresepkan antidepresan untuk membantu memodifikasi kimia otak seseorang. Umumnya obat antidepresan tidak memiliki efek stimulasi pada orang yang tidak mengalami depresi.

Antidepresan dapat memperbaiki gejala dalam satu atau dua minggu pertama penggunaan, tapi manfaat penuh mungkin tidak terlihat selama dua sampai tiga bulan. Dalam beberapa situasi obat psikotropika lain mungkin membantu.

Dokter biasanya merekomendasikan agar pasien terus minum obat selama enam bulan atau lebih setelah gejalanya membaik. Perawatan jangka panjang mungkin disarankan untuk mengurangi risiko episode depresi di masa depan untuk orang-orang yang lebih berisiko.

8. Terapi Stimulasi Otak

Jenis terapi ini biasanya lebih ditujukan pada pengidap depresi yang tidak membaik setelah diberi obat-obatan, mengalami gejala psikosis, serta pengidap yang mencoba bunuh diri. Jenis-jenis terapi stimulasi otak diantaranya:

Electroconvulsive therapy (ECT). Terapi ini dilakukan dengan mengalirkan arus listrik ke otak, melalui kulit kepala, untuk menyebabkan kejang singkat.

Transcranial Magnetic Stimulation (TMS). Jenis stimulasi otak ini dilakukan dengan menggunakan energi magnet yang diubah menjadi arus listrik di bawah tengkorak pasien. Prosedur ini bertujuan untuk membantu mengatur emosi pasien. TMS adalah pengobatan tambahan yang dikombinasikan dengan pengobatan dan non-invasif (tidak memerlukan operasi).

Vagus Nerve Stimulation. jenis terapi ini lebih jarang dilakukan. Prosedurnya dilakukan dengan memasang elektroda untuk stimulasi saraf vagus yang ditanamkan di leher pasien.