Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pemerintah untuk memutuskan impor garam industri sebanyak 2,17 juta ton, sesuai dengan rekomendasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Penetapan kuota impor berdasarkan kebutuhan industri merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Michael Wattimena menyatakan penolakan impor garam industri sebanyak 3,7 juta ton. “Impor garam seharusnya sesuai rekomendasi dari Menteri Kelautan dan Perikanan,” jelas Michael di Gedung Parlemen, Senin (22/1).
DPR juga menyorot Peraturan Menteri KP Nomor 66 Tahun 2017 yang menetapkan bahwa impor garam harus melalui rekomendasi KKP. Terkait perbedaan data yang digunakan oleh pemerintah untuk memutuskan kebijakan, Michael mengusulkan rapat gabungan antara KKP, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, PT Garam, dan Badan Pusat Statistik (BPS).
(Baca: Anggap Kuota Impor Garam Terlalu Banyak, Susi: Produksi Petani Cukup)
Menurutnya, rapat gabungan bakal dilakukan dengan persetujuan Ketua DPR dan bakal dilakukan secepatnya. “Kami berharap supaya rapat gabungan itu bisa terealisasi mengingat ada banyak ketidaksinkronan antara masing masing kementerian yang lebih khusus terkait data,” jelas Michael.
Dia menjelaskan, keputusan yang diambil pemerintah masih egosektoral. Selain melanggar aturan, koordinasi antarkementerian yang tidak kompak membuat rapat gabungan menjadi penting.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjistuti mengungkapkan menyatakan kuota impor yang ditetapkan jumlahnya terlalu banyak. “Setelah menginvestigasi, kami yakin garam petani cukup bagus dan cukup banyak,” katanya.
Menurut Susi, keputusan impor garam industri sebanyak 3,7 juta ton tidak mengindahkan rekomendasi dari KKP. Rapat koordinasi terbatas yang dilakukan di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pun mengambil alih peran KKP sebagai kementerian teknis.
(Baca: Beda Data di Kementerian, Impor Garam Industri Diputuskan 3,7 Juta Ton)