Protes Kebijakan Upah Ridwan Kamil, Buruh Ancam Mogok Kerja

ANTARA FOTO/Novrian Arbi
buruh yang tergabung dalam KASBI Jawa Barat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Rabu (20/11/2019). Buruh mengancam akan melakukan pemogokan tanggal 3 dan 4 Desember 2019 jika Gubernur Jabar Ridwan Kamil menetapkan kenaikan upah 2020 dengan Surat Edaran.
30/11/2019, 17.10 WIB

Buruh di wilayah Jawa Barat siap menggelar aksi besar-besaran dan mogok kerja pada tanggal 2 hingga 4 Desember mendatang. Buruh menuntut Gubernur Jabar Ridwan Kamil menetapkan Upah Minimum Kota/Kabupaten dengan Surat Keputusan atau SK, bukan Surat Edaran.

Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW FSPMI) Provinsi Jawa Barat Sabilar Rosyad mengatakan demonstrasi digelar hari Senin, 2 Desember 2019 di Gedung Sate, Bandung. Jika Gubernur tak memenuhi tuntutan buruh, mogok kerja akan dilakukan hari Selasa (3/11) dan Rabu (4/11). 

“Kami akan mogok daerah. Buruh keluar dari pabrik tempatnya bekerja,” kata Sabilar dikutip dari keterangan tertulis Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Sabtu (30/11).

(Baca: Keluarkan Surat Edaran Kenaikan UMK, Ini Alasan Ridwan Kamil)

Ridwan Kamil telah mengganti landasan hukum kenaikan upah untuk mencegah perusahaan yang tak mampu menaikkan UMK gulung tikar atau pindah ke daerah lain. Sebelumnya, aturan berlandaskan SK Gubernur bersifat wajib dan memiliki konsekuensi pidana jika perusahaan tidak menaati.

Wakil Presiden KSPI Obon Tabroni meminta Ridwan adil dan tidak hanya mementingkan pengusaha. Obon mengatakan buruh juga memiliki hak untuk dapat hidup secara laik. “Dampak surat edaran akan ada perusahaan yang sebenarnya mampu bayar UMK tapi tidak menaikkan upah,” ujar Obon.

Obon menjelaskan UU Ketenagakerjaan sudah mengatur jika perusahaan benar-benar tidak mampu maka penangguhan kenaikan bisa dilakukan. Apalagi bupati dan walikota di wilayah Jawa Barat telah mengirim surat kepada Ridwan agar penetapan upah dilakukan dengan SK.

“Dengan surat edaran, Gubernur menyamakan seluruh perusahaan di Jabar tak mampu  bayar upah buruh,” kata pria yang juga Anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini.

(Baca: Menaker Nilai Kenaikan Upah Minimum Provinsi 8,51% Sudah Ideal)

Ridwan sebelumnya menjelaskan perubahan landasan hukum penetapan UMK merupakan langkah terbaik bagi semua pihak. Jika sebagian kalangan merasa aturan itu tidak adil, ia menyarankan untuk menempuh jalur hukum melalui pengadilan.

Ia juga mencatat, gelombang penutupan dan relokasi pabrik terus terjadi sepanjang 2016-2019. Total terdapat 83 ribu karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK. 

"Ini membuat rata-rata pemilik pabrik memutuskan menutup usahanya dan pindah ke provinsi lain atau luar negeri," jelas pria yang akrab dipanggil Emil ini.