Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengusulkan penghapusan upah minimum sektoral. Ini artinya, upah minimum di Indonesia dapat disamaratakan di setiap wilayah.
Pasalnya, biaya tenaga kerja Indonesia cukup tinggi. "Kami mengusulkan tidak ada lagi upah minimum sektoral," kata Hariyadi dalam US-Indonesia Investment Summit di Jakarta, Kamis (21/11).
Menurutnya, pemberlakuan upah minimum sektoral justru dapat mendorong pekerja untuk pindah ke wilayah lainnya yang memiliki upah minimum lebih besar. Terlebih lagi, jumlah penduduk tidak mampu terus meningkat.
Oleh karena itu, ia mengusulkan agar upah minimum diubah menjadi upah rata-rata. Selain itu, Hariyadi mengusulkan upah minimum dibagi berdasarkan sektor padat modal dan padat karya. Industri padat modal merupakan industri yang memiliki tekologi tinggi, sedangkan industri padat karya merupakan industri yang menggunaan banyak tenaga manusia.
Hariyadi juga meminta pemerintah mengganti rumus penghitungan upah minimum. Saat ini, mekanisme penghitungan upah minimum ditentukan berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
(Baca: Menaker Nilai Kenaikan Upah Minimum Provinsi 8,51% Sudah Ideal)
Selanjutnya, ia juga meminta adanya perubahan besaran pesangon. Hariyadi mengusulkan, pesangon dapat diberikan maksimum 17 kali dari gaji terakhir. "Ini karena pesangon di Indonesia cukup tinggi," ujar dia.
Persoalan lainnya yang disoroti penguasalah yaitu fleksibilitas jam kerja. UU KetenagakerjaanPasal 77 menjelaskan bahwa pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja, yaitu selama empat puluh jam dalam satu minggu. Hariyadi pun berharap, aturan minimum empat puluh jam per minggu tersebut dapat dihapuskan.
Di luar itu, Hariyadi meminta adanya revisi dana pensiun dan jaminan sosial. Semua usulan tersebut disampaikan untuk meningkatkan daya asing di Indonesia. Selain itu, usulan tersebut diharapkan dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja di dalam negeri.
Usulan tersebut pun sudah disampaikan dalam diskusi dengan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Secara keseluruhan, Hariyadi menilai Undang-Undang Ketenagakerjaan di Indonesia sangat kaku."Biaya tenaga kerja di Indonesia sangat tinggi," ujar dia.
(Baca: Jokowi Minta Menteri Kerek Kemudahan Berusaha RI Naik ke Peringkat 40)