Harga minyak mentah dunia sedikit turun di tengah positifnya data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) pada periode September 2019. Penurunan ini melanjutkan tren harga minyak dunia yang mencatatkan penurunan tertajam sejak Juli 2019 sepanjang pekan lalu.
Sepanjang pekan lalu harga minyak jenis Brent turun 5,7%, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) turun 5,5%. Penurunan dipicu oleh lemahnya data sektor manufaktur AS yang semakin menegaskan adanya resesi di Negara Adidaya tersebut.
Sedangkan hari ini, Senin (7/10) atau Minggu (6/10) malam waktu AS, mengutip Reuters, harga minyak mentah berjangka jenis Brent turun US$ 22 sen menjadi US$ 58,15 per barel. Sedangkan harga minyak mentah berjangka jenis WTI turun US$ 11 sen menjadi US$ 52,70 per barel.
Menurut laporan Departemen Tenaga Kerja AS, pertumbuhan lapangan kerja di AS meningkat pada September 2019, dengan tingkat pengangguran turun sebesar 3,5% hingga mendekati level pengangguran terendah dalam 50 tahun terakhir.
(Baca: Data Ekonomi AS Melemah, Harga Minyak Lanjutkan Tren Negatif)
Namun, laporan tersebut muncul menyusul serangkaian laporan ekonomi yang melemah, termasuk penurunan aktivitas manufaktur ke level terendah selama 10 tahun terakhir pada periode September 2019 dan perlambatan tajam dalam pertumbuhan industri jasa ke level yang terakhir pada 2016.
Institute for Supply Management (ISM) merilis data PMI Manufaktur AS yang berada di angka 47,8 atau terendah sejak Juni 2009. Sebagai informasi, indeks PMI manufaktur di bawah angka 50 menunjukkan adanya kontraksi atau penurunan aktivitas di sektor tersebut.
“Krisis di sektor manufaktur sekarang tampaknya meluas ke sektor jasa yang sebelumnya menguat. Hal ini bukanlah kabar baik bagi permintaan minyak. Bagaimanapun, ini juga dapat mengurangi permintaan akan transportasi," kata analis komoditas senior Commerzbank, Carsten Fritsch dilansir dari Reuters.
Di sisi lain, Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan Arab Saudi sebagai pengekspor minyak mentah utama dunia juga telah mengembalikan sepenuhnya produksi minyaknya pasca-serangan terhadap fasilitas minyak Saudi Aramco telah menghancurkan lebih dari 5% pasokan global.
(Baca: Harga Minyak Kembali Anjlok, Dipicu Memburuknya Data Ekonomi AS )
"Bahwa Saudi memulihkan produksinya kembali ke kapasitas semula lebih cepat dari yang diharapkan berarti para investor harus mengurangi risiko pasokan yang meningkat lebih cepat daripada yang seharusnya terjadi," kata Analis pasar Fawad Razaqzada di pialang berjangka Forex.com.
Selain itu, para investor juga mengamati perkembangan lebih lanjut terkait ketegangan antara Amerika Serikat dengan Iran yang berpotensi mengganggu pasokan minyak dunia.
Perancis menyatakan bahwa Iran dan Amerika Serikat memiliki waktu satu bulan untuk mencapai perundingan. Hal ini menunjukkan bahwa rencana Iran untuk meningkatkan aktivitas nuklirnya pada November mendatang akan memicu ketegangan baru di kawasan itu.
(Baca: Ada Konflik Timur Tengah hingga Pemakzulan Trump, Harga Minyak Turun)