“Akibatnya, kaca mobil Metro TV bagian depan dan belakang, serta kaca jendela pecah semua,” kata Asnil.
Asnil menegaskan bahwa segala bentuk kekerasan yang dilakukan polisi dan massa terhadap para jurnalis merupakan tindakan pidana. Sebab, jurnalis memiliki hak untuk mencari, menerima, mengelola, dan menyampaikan informasi.
Hal itu dijamin dalam Pasal 4 ayat (3) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. “Dalam Pasal 18 Ayat 1 UU tersebut dijelaskan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta,” kata Asnil.
(Baca: Polisi Diminta Tak Pakai Kekerasan Saat Menangani Unjuk Rasa Mahasiswa)
Atas tindak kekerasan terhadap jurnalis tersebut, AJI Jakarta mendesak Kepolisian menangkap pelaku, baik yang melibatkan anggotanya maupun sekelompok warga. Terlebih, kekerasan yang dilakukan anggota Polri terekam jelas dalam video-video yang dimiliki jurnalis.
“Semua pelaku kekerasan terhadap jurnalis harus diproses hukum untuk diadili hingga ke pengadilan,” kata dia.
AJI Jakarta juga mengimbau masyarakat agar tidak melakukan kekerasan terhadap jurnalis saat melakukan peliputan. Sebab, jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi UU Pers.
Lebih lanjut, AJI Jakarta mengimbau perusahaan media mengutamakan keamanan dan keselamatan jurnalisnya. AJI Jakarta pun meminta perusahaan media aktif membela wartawannya, termasuk melaporkan kasus kekerasan tersebut ke Kepolisian.
Selain itu, AJI Jakarta mendesak Dewan Pers terlibat aktif menyelesaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis. “Baik yang terjadi sepanjang aksi tanggal 24 September, maupun kekerasan terhadap jurnalis yang terjadi pada waktu sebelumnya,” kata Asnil.
(Baca: Minta Pimpinan Datang, Mahasiswa Berusaha Jebol Gerbang DPR)