Bantuan Karhutla Ditolak, Pemprov Diminta Singkirkan Ego Politik

ANTARA FOTO/Rony Muharrman
Petugas Manggala Agni Daops Pekanbaru berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut di perkebunan sawit milik warga di Kecamatan Rumbai, Pekanbaru, Riau, Rabu (4/9/2019).
Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Ekarina
19/9/2019, 19.08 WIB

Aktivis dari Lingkungan Hijau Sumatera Selatan Tri Hadi Sujatmiko meminta pemerintah daerah dapat menyingkirkan ego dan kepentingan politik dalam menangani masalah kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Hal itu diunggapkan menanggapi penolakan bantuan satuan tugas (Satgas) karhutla yang pernah diajukan pemerintah provinsi (Pemprov) DKI kepada Pemprov Riau. 

Ia pun menyarankan, semestinya benturan perbedaan politik seperti ini bisa dihindari pada saat situasi genting. "Perlu dilihat, ketika pemerintah daerah tidak mampu melakukan bantuan, tetapi bantuan orang lain malah justru ditolak," kata Tri di Jakarta, Kamis, (19/9). 

(Baca: Sawit Watch Tuding Pemda dan Pusat Lempar Tanggung Jawab soal Karhutla)

Karenanya, mantan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumsel itu menyarankan, bantuan juga bisa didistribusikan ke posko yang ada di daerah terdampak. 

"Langsung saja, nanti mereka yang akan mendistribusikan kepada masyarakat yang membutuhkan," sebutnya. 

Sebelumnya, Gubernur  DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan mengirim 65 personel petugas penanggulangan bencana guna membantu pemadaman karhutla Riau. Namun hal itu ditolak oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Riau, Edwar Sanger. 

Dirinya beralasan, saat ini Pemprov Riau belum membutuhkan bantuan, karena masih memiliki cukup personel untuk menanggulangi masalah tersebut. Hal tersebut juga diamini Wakil Gubernur Riau, Edy Natar.

Hal ini yang menurut Tri sangat disayangkan.Padahal, masyarakat daerah terdampak bencana asap sebetulnya sangat membutuhkan bantuan seperti obat-obatan dan adanya rumah aman terutama bagi balita, ibu hamil, serta manusia lanjut usia. 

Sementara terkait rumah aman, menurut Tri fasilitas ini sudah pernah didirikan oleh komunitas masyarakat sipil pada tahun 2015. Namun dirinya heran, lantaran hal ini tidak di tindak lanjuti oleh pemerintah setempat.

(Baca: Jokowi Marah Kebakaran Hutan Terjadi Lagi, Sebut Bawahannya Lalai)

Padahal, pihaknya sudah melakukan komunikasi kepada kepala dinas  yang bertanggung jawab terhadap pemulihan keadaan tersebut. 

"Dan mereka hanya bilang, hal ini masih akan dikoordinasikan terlebih dahulu," ungkapnya. 

Untuk membuat rumah aman sebetulnya tak memerlukan biaya yang terlalu mahal. Pemerintah hanya perlu menyediakan beberapa rumah kosong atau tenda, yang mana tenda itu nantinya akan dibuat tertutup serta diberikan pendingin ruangan. 

Pengadaan fasilitas ini sangat berguna khususnya untuk masyarakat bertaraf ekonomi rendah. 

Reporter: Fahmi Ramadhan