Poin-poin UU KPK yang Disahkan DPR, Semua Usulan Jokowi Disetujui

ANTARA FOTO / Irwansyah Putra
Aktivis yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil Aceh berorasi pada aksi mendukung KPK dan menolak revisi UU KPK di Taman Bustanul Salatin, Banda Aceh, Aceh, Selasa (17/9/2019).
Penulis: Yuliawati
17/9/2019, 15.37 WIB

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lewat rapat Paripurna, Selasa (17/9). UU KPK disahkan setelah enam hari sebelumnya atau pada Rabu (11/9) Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyerahkan surat presiden persetujuan pembahasan RUU KPK.

Dalam surat presiden tersebut terdapat tiga poin utama yang dianggapnya perlu diatur, yakni kewenangan KPK mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Perkara (SP3), adanya Dewan Pengawas, serta status pegawai sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).

(Baca: Meski Dikritik, DPR Tetap Sahkan Revisi UU KPK)

Semua usulan Jokowi tersebut diakomodir dalam revisi UU KPK. Berikut rinciannya:  

1. Surat Perintah Penghentian Perkara atau SP3

KPK memiliki mekanisme menghentikan penyidikan dan penuntutan yang diatur dalam pasal 40 UU KPK. KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tindak pidana korupsi dengan penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka paling lama dua tahun.

Penghentian penyidikan dan penuntutan tersebut harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas paling lambat satu minggu sejak dikeluarkannya SP3 dan harus diumumkan kepada publik.

Penghentian SP3 dicabut apabila ditemukan bukti baru yang dapat membatalkan alasan penghentian penyidikan dan penuntutan.

(Baca: KPK Kirim Surat ke DPR Minta Pengesahan Revisi UU KPK Ditunda)

2. Status kepegawaian KPK

Berdasarkan pasal 24, disebutkan pegawai KPK merupakan anggota Korps Profesi pegawai ASN seusai dengan ketentuan perundang-undangan. Ketentuan tata cara pengangkatan pegawai KPK dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Dewan Pengawas KPK.

Dewan Pengawas diatur dalam pasal 37A UU KPK yang bertugas mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK.
Lembaga nonstruktural ini berjumlah lima orang dan memegang jabatan selama empat tahun serta dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Dalam Pasal 37B dijelaskan tugas Dewan Pengawas mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang KPK, memberi atau tidak memberi izin atas kerja penyadapan, penggeledahan dan atau penyitaan oleh KPK termasuk mengevaluasi kinerja pimpinan KPK setiap satu tahun.

Sementara dalam pasal 37E disebutkan Ketua dan anggota Dewan Pengawas dipilih DPR RI berdasarkan calon anggota yang diusulkan Presiden.

Dalam mengangkat ketua dan anggota Dewan Pengawas, Presiden membentuk panitia seleksi yang terdiri atas unsur pemerintah pusat dan masyarakat.

Selanjutnya Presiden akan menyampaikan nama calon Dewan Pengawas sebanyak dua kali jumlah jabatan yang dibutuhkan, kepada DPR. DPR kemudian memilih dan menetapkan lima calon yang dibutuhkan.

(Baca: Akan Disahkan DPR, Revisi UU KPK Ditolak Masyarakat dan Tokoh Hukum)

4. Kelembagaan KPK

Poin kelembagaan KPK tercantum dalam pasal 1 UU KPK, yang menyatakan KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang melaksanakan tugas pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi sesuai dengan Undang-Undang dan dalam pelaksanannya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.

5. Penyadapan

Di dalam pasal 12B disebutkan penyadapan dapat dilaksanakan setelah mendapat izin tertulis dari Dewan Pengawas, di mana izin itu harus diberikan Dewan Pengawas paling lambat 1x24 jam.

Sedangkan penyadapan dapat dilakukan selama enam bulan dan dapat diperpanjang. Ketentuan ini untuk lebih menjunjung hak asasi manusia.

(Baca: ICW: Revisi UU KPK Sarat Dugaan Konflik Kepentingan)

Reporter: Antara