Hubungan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia kembali memanas akibat kabut asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Malaysia menuding kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia menyebabkan serbuan kabut asap ke negeri jiran tersebut.
Malaysia berencana mengirim nota diplomatik kepada pemerintah Indonesia agar segera mengambil tindakan memadamkan karhutla yang menyebabkan kabut asap menyebar hingga ke negara-negara tetangga. Deputi Menteri Energi, Ilmu Pengetahuan, Teknologi, Lingkungan, dan Perubahan Iklim Malaysia, Isnaraissah Munirah Majilis, menyatakan nota diplomatik itu juga meminta Indonesia melakukan pencegahan karhutla.
"Nota diplomatik akan dikirimkan secepatnya. Kami dalam tahap akhir penyusunan surat tersebut," kata Isnaraissah, Jumat (6/9), seperti dikutip The Star Malaysia. Ia menyebut kabut asap lintas batas (transboundary haze) adalah penyebab utama kabut asap yang menyelimuti Malaysia saat ini.
Ia mengutip laporan Asean Specialised Meteorological Centre (ASMC) pada 5 September yang menyebutkan satelit mendeteksi 1.393 titik api (hotspots) di Indonesia. Titik-titik api itu sebanyak 306 titik ada di Sumatra dan 1.087 titik di Kalimantan. Sebanyak 17 titik api lainnya juga terdeteksi di Malaysia, termasuk 12 titik di Sarawak, dua titik di Johor, dua titik di Pahang, dan satu titik di Perak.
(Baca: Dianggap Pengirim Asap Karhutla, Menteri LHK Bakal Protes ke Malaysia)
Menteri Siti Nurbaya Bakal Kirim Nota Protes ke Malaysia
Protes Malaysia ini ditanggapi oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya. Ia juga menyatakan bakal mengirimkan nota protes kepada Duta Besar Malaysia atas tudingan penyebar asap lintas batas tersebut.
Siti mengutip data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Jika dilihat dari data tersebut, belum ada asap karhutla pada 2-3 September 2019 di wilayah Indonesia. Sebaliknya, asap karhutla sudah muncul di wilayah Malaysia pada 2-4 September 2019.
"Tidak ada asap karhutla terlihat di wilayah Riau. Malaysia sudah banyak asap karhutla," kata Siti. Karhutla di Malaysia terlihat di wilayah Serawak dan Semenanjung Malaya.
Al Jazeera mengutip data ASMC menyebut bahwa asap karhutla dari Indonesia menyebabkan kabut asap di Malaysia dan Singapura. "Asap karhutla lintas batas bisa memburuk dalam beberapa hari ke depan jika angin bertiup dari selatan menuju Semenanjung Malaya," ujar ASMC.
Senin (9/9) lalu, ASMC menyatakan bahwa ada eskalasi aktivitas titik api dan memburuknya kabut asap di Sumatra. Lembaga tersebut mengeluarkan peringatan level 3 bagi Sumatra. Peringatan level 3 merupakan level tertinggi yang dikeluarkan apabila kepadatan asap tercatat selama dua hari berturut-turut dan titik api melebihi 250 titik. Total ada 52 titik api yang tercatat di Sumatra pada Sabtu (7/9) dan 206 titik api pada Minggu (8/9).
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan luas karhutla pada periode Januari hingga Agustus 2019 mencapai 328.724 hektare (ha). Provinsi Riau mencatat wilayah terluas yang dilanda karhutla, yakni 49.266 ha. Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau paling banyak terjadi di lahan gambut, yakni 40.553 ha dan tanah mineral 8.713 ha.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Informasi Masyarakat BNPB Agus Wibowo mengatakan, BNPB mengerahkan 1.512 pasukan gabungan dan tujuh unit helikopter untuk memadamkan karhutla di Riau.
Karhutla di tanah mineral yang terluas terdapat di Nusa Tenggara Timur (NTT), yakni 108.368 ha. Di Kalimantan Tengah, luas karhutla mencapai 44.769 ha. Di Kalimantan Barat 25.900 ha, Kalimantan Selatan 19.490 ha, dan Sumatera Selatan 11.826 ha.
Mengulang Tragedi Kabut Asap 2015?
Indonesia pernah mengalami kemelut yang disebabkan kabut asap pada 2015. Pada akhir Juni hingga Oktober 2015, karhutla menimbulkan bencana kabut asap yang mengancam hubungan baik Indonesia dengan negara-negara tetangga, antara lain Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
BNPB menetapkan darurat bencana karhutla di enam provinsi, yakni di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan pada 4 September 2015. Indeks kualitas udara (Pollutant Standard Index) menyentuh rekor di angka 1801 pada 24 Oktober 2015 di Kalimantan Tengah. Angka tersebut jauh di atas batas polusi kategori berbahaya yang berada di angka 350.
Lebih dari 28 juta orang terdampak kabut asap. Sekitar 140 ribu orang dilaporkan mengalami gangguan pernapasan akibat kabut asap. Menurut riset Harvard Columbia-University pada 2016, kabut asap ini menyebabkan lebih dari 100 ribu kasus kematian di beberapa negara Asia Tenggara yang terdampak. Lebih dari 90 ribu kasus terjadi di Indonesia.
Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menyebut krisis asap 2015 yang terjadi di Asia Tenggara merupakan yang terburuk sejak 1997. Data Bank Dunia 2016 menyebut lahan yang terbakar di Indonesia mencapai 2,6 juta ha. Sebagian besar berada di Sumatra dan Kalimantan.
Sekolah-sekolah di Malaysia dan Singapura pun terpaksa diliburkan akibat bencana ini. Penyelenggaraan 2015 FINA Swimming World Cup di Singapura dan Kuala Lumpur Marathon di Malaysia pun dibatalkan akibat kabut asap.
Sejak September 2014, Indonesia telah meratifikasi ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. Indonesia menjadi negara ASEAN terakhir yang meratifikasi ketentuan tersebut. Berdasarkan kesepakatan itu, negara-negara ASEAN harus mengambil langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah kabut asap ini secara mandiri maupun melalui kerja sama internasional.
(Baca: Saat Kunjungan Jokowi, BMKG Bantah Asap Kebakaran Hutan Masuk Malaysia)
Indonesia mendapat kecaman keras dari para pemimpin negara tetangga akibat krisis asap ini. Pemerintah mengeluarkan dana sekitar Rp 300 triliun untuk menangani masalah tersebut. Presiden Joko Widodo meninjau langsung provinsi-provinsi yang ditetapkan darurat bencana asap.
Ia memperbarui moratorium izin konversi lahan hutan dan gambut. Pada 2018, pemerintah juga mengeluarkan moratorium perkebunan sawit. Kebijakan-kebijakan tersebut dinilai cukup berhasil menurunkan kebakaran hutan dan lahan.
Seperti dilansir Reuters, para pengamat kehutanan menilai Presiden Jokowi harus mendukung kebijakan tersebut dengan upaya untuk menghutankan kembali wilayah yang terbakar.
Kini, Indonesia kembali menghadapi tantangan yang sama. Negara-negara tetangga kembali menuding karhutla di Indonesia menjadi penyebab kabut asap yang menyelimuti negaranya.
Menteri Lingkungan Hidup Malaysia Yeo Bee Yin menunjukkan data-data dari ASMC untuk membantah pernyataan Menteri Siti Nurbaya. Data tersebut menunjukkan ada 474 titik api di Kalimantan dan 387 titik di Sumatera pada Selasa (10/9). Sementara itu, di Malaysia hanya ada tujuh titik api.
Dubes Malaysia untuk Indonesia Zainal Abidin Bakar mengatakan, Malaysia telah mengirimkan nota diplomatik kepada pemerintah Indonesia. "Surat tersebut bukan surat protes tetapi niatan Malaysia untuk membantu mengatasi kabut asap," ujar Zainal, Rabu (11/9).
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad juga membahas masalah kabut asap itu dalam rapat kabinet, Rabu lalu. Departemen Lingkungan Hidup Malaysia juga mengeluarkan larangan pembakaran sampah atau pembakaran apapun yang dilakukan di udara terbuka hingga musim kemarau berlalu.
(Baca: Kebakaran Hutan, Target Restorasi Gambut Naik 18 Ribu Hektare)