Transparency International Mendesak Jokowi Tolak Revisi UU KPK

ANTARA FOTO/MOCH ASIM
Mahasiswa membubuhkan tanda tangan dan cap telapak tangan pada spanduk hitam saat menggelar aksi #SaveKPK di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Jawa Timur, Selasa (10/9/2019). Aksi yang diikuti mahasiswa, dosen dan masyarakat Surabaya tersebut menolak revisi UU KPK karena dianggap akan melemahkan KPK dalam pemberantasan korupsi.
11/9/2019, 09.46 WIB

LSM tersebut menilai KPK telah menjadi organisasi antikorupsi yang efektif, dan pemimpin di kawasan. Tapi kepercayaan terhadap upaya pemberantasan korupsi hanya dapat dijaga dengan KPK yang kuat dan independen, sejalan dengan United Nations Anti-Corruption Convention (UNCAC) dan Jakarta Principles on Anti-Corruption.

Artikel 6 UNCAC menyatakan agensi antikorupsi harus mampu berfungsi secara independen dan bebas konflik kepentingan, dengan didukung material serta staf dan tenaga pelatihan yang cukup. Sejalan, Jakarta Principles mendorong negara untuk melindungi independensi dari institusi antikorupsi. Seleksi komisioner baru KPK harus mengikuti proses yang benar dan melibatkan masyarakat.

(Baca: UU KPK Direvisi, Pimpinan dan Pegawai KPK Lakukan Aksi Tutup Logo KPK)

Pimpinan Transparency International Delia Ferreira Rubio mengatakan Indonesia berada di tiga terbawah dalam indeks persepsi korupsi yang dibuat Transparency International dalam beberapa tahun. “Pemerintah harus membuat upaya yang lebih besar untuk mengatasi korupsi, dan tidak melakukan apapun yang bisa melemahkannya,” kata dia seperti dikutip dari siaran pers.

Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko. “Presiden tidak boleh mengabaikan inisiatif revisi UU KPK dan harus bertindak sebagai pelindung tertinggi dari independensi KPK. Pengurangan kewenangan KPK bersifat kontra produktif terhadap perbaikan level korupsi di Indonesia,” kata dia.

Halaman: