Bambang Irianto, Pejabat Karier Pertamina yang Berakhir Jadi Tersangka
Nama Bambang Irianto kembali terdengar ketika ditetapkan sebagai tersangka mafia migas oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Selasa (10/9). Nama Bambang sempat muncul ke ranah publik pada 2014 ketika Tim Reformasi Tata Kelola Migas melakukan investigasi Pertamina Energy Trading Ltd. yang terkenal dengan Petral dalam kaitannya dengan mafia migas.
Kala itu, Bambang Irianto menjabat sebagai Direktur Utama Petral sebelum digantikan oleh Totok Nugroho pada 2015. Padahal, Bambang tercatat sudah pensiun sejak 2014.
Gaji bos Petral kala itu dipatok sebesar 44.000 dolar Singapura. Sedangkan uang pensiun sebesar 1,19 juta dolar Singapura.
Sebelum menjabat sebagai Bos Petral, Bambang meniti karier di Pertamina. Pada 2008, Bambang tercatat bekerja di Pertamina Pusat.
Kemudian pada 6 Mei 2009, Bambang menduduki posisi Vice President (VP) Marketing Pertamina Energy Service Pte. Ltd (PES). Karier Bambang terus melesat di tahun yang sama, dia berhasil mendapat promosi menjadi Managing Director PES hingga 2013. Sampai akhirnya menduduki posisi Bos Petral hingga 2015.
(Baca: Faisal Basri Tuding Kementerian BUMN Sumber Masalah di Pertamina)
Petral merupakan anak perusahaan Pertamina yang berbasis di Singapura. Perusahaan tersebut dibekukan sejak Mei 2015 lalu.
Keputusan tersebut merupakan hasil rekomendasi dari Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Tim yang dikomandoi Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri itu menemukan beberapa kejanggalan dalam tender yang dilakukan Petral.
Sedangkan dari hasil audit Petral dari Januari 2012 hingga Mei 2015, hanya menemukan penyimpangan dalam proses operasional perusahaan. Masalah bermula dari perubahan kebijakan pimpinan Pertamina pada 2012 yang menetapkan pembelian minyak mentah dan produk minyak secara langsung dari perusahaan migas nasional (NOC) dan pemilik kilang.
Kebijakan itu menimbulkan potensi inefisiensi dari sisi nilai dan volume. Potensi inefisiensi terjadi karena penambahan rantai suplai sehingga harga menjadi lebih mahal.
Selain nama Bambang, ada juga empat nama lainnya yang sempat disebut dalam investigasi kasus Petral, yakni Agus Bahtiar, Mulyono, Khairul Rahmat, dan Tafkir. Keempat orang tersebut memegang jabatan sebagai manajer di Petral.
(Baca: Hasil Audit Petral, Empat Karyawan Akan Dilaporkan ke KPK)
Dalam waktu empat tahun sejak 2015, KPK akhirnya mengungkapkan tersangka kasus mafia migas. Wakil Ketua KPK La Ode M. Syarief mengatakan Bambang disinyalir menerima aliran dana US$ 2,9 juta dari Kernel Oil terkait kegiatan perdagangan minyak mentah kepada PES di Singapura.
Atas tuduhan itu, Bambang disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. “KPK menetapkan satu tersangka yakni BTO (Bambang Irianto),” kata La Ode dalam keterangan pers yang diterima Katadata.co.id, Selasa (10/9).
La Ode menjelaskan perkara dimulai saat Bambang yang menjadi VP Marketing PES tahun 2009, membantu mengamankan jatah alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan minyak mentah. Dia diduga menerima uang dari rekening bank di luar negeri.
Pertemuan Bambang dengan Kernel Oil dilakukan sejak dirinya berkantor di kantor pusat Pertamina tahun 2008. “Untuk menampung penerimaan, tersangka mendirikan SIAM Group Holding yang berkedudukan di British Virgin Island,” kata La Ode.
(Baca: KPK Tetapkan Mantan Bos Petral Sebagai Tersangka Suap Migas)
PES seharusnya mengikuti aturan main pengadaan yang telah ditetapkan Pertamina selaku induk yakni rekanan masuk Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT). Namun Bambang Bersama pejabat PES malah menentukan sendiri rekanan tender.
Salah satunya perusahaan minyak yang diundangnya adalah Emirates National Oil Company (ENOC). KPK menduga ENOC merupakan kamuflase yang digunakan Kernel Oil.
“Tersangka diduga tetap mengarahkan undangan kepada perusahaan tersebut, meskipun bukan pihak yang mengirim kargo ke PES/Pertamina,” kata La Ode.
KPK telah memulai penyelidikan kasus ini sejak Juni 2014. Pemeriksaan dilakukan terhadap 53 orang saksi dan mempelajari dokumen dari berbagai negara.
Selain itu, penggeledahan juga dilakukan di beberapa lokasi pada 5 dan 6 September. KPK juga telah menyita dokumen pengadaan dan data-data aset.