KPK Tetapkan Dua Direksi BUMN Tersangka Kasus Suap Distribusi Gula

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Ilustrasi, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (kanan) menunjukkan barang bukti hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK di kantor KPK, Jakarta, Senin (15/10/2018). KPK menetapkan dua direksi BUMN sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait distribusi gula.
Penulis: Fahmi Ramadhan
4/9/2019, 07.56 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai tersangka kasus dugaan suap distribusi gula di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Tahun 2019. Keduanya adalah Direktur Utama Dolly Pulungan dan Direktur Pemasaran I Kadek Kertha Laksana.

Selain itu, KPK menetapkan pemilik PT Fajar Mulia Transindo (FMT) Pieko Nyotosetiadi sebagai tersangka dalam kasus yang sama.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarief bercerita, pada awalnya, lembaganya mendapat informasi tentang permintaan uang dari Dolly terhadap Pieko. Uang itu terkait distribusi gula.

Atas permintaan itu, Pieko meminta pengelola usaha penukaran uang (money changer), Freddy Tandou untuk mencairkan sejumlah uang untuk diberikan kepada Dolly.

(Baca: KPK Tetapkan Bupati Muara Enim Tersangka Kasus Suap Proyek PUPR)

Pieko juga mengintruksikan orang kepercayaanya bernama Ramlin untuk mengambil dan menyerahkan uang tersebut kepada Corry Luca di kantor PTPN III. Corry adalah pegawai PT Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN).

"CLU (Corry Luca) kemudian mengantarkan uang 345 ribu Dolar Singapura ke IKL (I Kadek Kertha Laksana) di kantor PT KPBN," kata Laode saat konfrensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (3/9).

Kemudian, tim dari KPK mulai bergerak untuk melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) guna mengamankan Corry, Ramlin, I Kadek, Serta Edward S Ginting pada Senin (2/9) malam. Edward adalah Direktur PT KPBN. Esoknya, KPK mulai menciduk Freddy Tandou.

Laode menjelaskan, kasus itu bermula saat PT Fajar Mulia Transindo ditunjuk oleh PTPN III untuk mendistribusikan gula. Skema kerja samanya long term contract. Dalam perjanjian tersebut, semua pihak swasta mendapat jatah rutin setiap bulan untuk mendistribusikan gula.

"Di PTPN III terdapat aturan internal mengenai kajian penetapan harga gula bulanan. Harga gula disepakati oleh tiga komponen yaitu PTPN III, pengusaha gula PNO (Pieko Nyoto Setiadi), dan ASB selaku Ketua Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI)," kata dia.

(Baca: Pertamina dan PTPN III Bangun Proyek EBT Kedua di Sei Mangkei )

KPK menduga, Pieko, Dolly dan Ketua APTRI berinisial ASB melangsungkan pertemuan di Hotel Shangrila pada 31 Agustus 2019. Saat itu, Dolly meminta uang kepada Pieko guna menyelesaikan masalah pribadinya.

"Uang 345 ribu Dolar Singapura diduga merupakan fee terkait distribusi gula yang termasuk ruang lingkup pekerjaan PTPN III (Persero), yang mana DPU (Dolly) merupakan Direktur Utama di BUMN tersebut," kata Laode.

Sebagai pihak yang diduga pemberi, Pieko dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Dolly Pulungan dan I Kadek sebagai pihak penerima, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Uu Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(Baca: PTPN III Targetkan Produksi 2,3 Juta Ton Minyak Sawit)

Reporter: Fahmi Ramadhan