Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan sepuluh nama calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diterima Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah final. Alhasil, tak akan ada perubahan atas daftar nama yang diserahkan tim panitia seleksi (Pansel) tersebut.
“Ya sudah final lah,” kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (3/9).
Moeldoko mengatakan, sepuluh nama capim KPK yang diberikan kepada Jokowi telah disaring dari ratusan pendaftar. Ia yakin, Pansel tidak akan asal memilih sepuluh nama tersebut.
Sebab, Jokowi saat memilih Pansel pun tentu mempertimbangkan kredibilitas mereka. “Presiden sudah memerintahkan, mendelegasikan kewenangan, kan pasti sudah memikirkan pada saat membentuk tim seleksi,” kata Moeldoko.
(Baca: Jokowi Setuju 10 Nama Calon Pimpinan KPK yang Diserahkan Pansel)
Terkait masih adanya kritik dari masyarakat terkait nama-nama capim KPK, Moeldoko meminta agar hal itu tak lagi disampaikan ke pemerintah. Ia menilai, kritik masyarakat lebih tepat diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sebab, proses seleksi capim KPK setelah ini bakal dilakukan di parlemen melalui uji kelayakan dan kepatutan. “Ya nanti kan DPR yang akan memilih lagi. Ada prosedurnya. Jadi percayakan ke DPR lagi setelah itu,” kata dia.
Proses pemilihan pimpinan KPK periode 2019-2023 menuai kritik. Alasannya, Pansel KPK meloloskan calon-calon yang bermasalah dalam beberapa kali tahapan penyaringan.
Anggota Koalisi dari Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, Pansel tidak mempertimbangkan isu rekam jejak para kandidat yang diseleksi. Apabila capim dengan rekam jejak bermasalah bisa lolos, kata dia, berarti Pansel KPK berperan dalam melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
"Ada beberapa nama yang dinyatakan lolos seleksi, itu mempunyai catatan kelam pada masa lalu," kata dia.
(Baca: Roby Arya Brata, Lolos Setelah Tiga Kali Ikuti Seleksi Capim KPK)
Juru Bicara KPK Febri Diansyah juga mengatakan, terdapat sejumlah capim yang memiliki rekam jejak tidak cukup baik. Misalnya, dugaan penerimaan gratifikasi, pelanggaran etik saat bekerja di KPK hingga dugaan perbuatan yang menghambat kerja instansinya.
Selain itu, ada yang tidak patuh menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). "(Capim yang) tidak pernah melaporkan LHKPN sebanyak dua orang yang merupakan pegawai dari unsur Polri dan Karyawan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)," kata Febri.
Para mantan pemimpin KPK juga mengatakan ada upaya melemahkan KPK melalui proses pemilihan pimpinan lembaga antirasuah tersebut. Mereka meminta Presiden Jokowi tidak meloloskan capim yang bermasalah. Hal ini disampaikan oleh mantan pimpinan KPK Busyro Muqodas, Abraham Samad, Muhammad Yasin dan Bambang Widjojanto.
Mereka menilai Pansel belum mampu mengakomodasi masukan dari masyarakat dalam proses pemilihan capim KPK. "Komitmen Pansel dalam memilih 10 capim KPK itu masih banyak yang meragukan,” kata Busyro.
(Baca: Infografik: Jokowi Restui 10 Capim KPK Pilihan Pansel)