Sidang Tahunan, Ini Tiga Pidato Kenegaraan Terakhir Jokowi

ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo dengan baju adat suku Sasak NTB menyampaikan pidato kenegaraan dalam rangka HUT Ke-74 Kemerdekaan RI dalam Sidang Bersama DPD-DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2019).
Penulis: Muchamad Nafi
16/8/2019, 11.02 WIB

Pidato Kenegaraan Presiden Jokowi pada 14 Agustus 2015

Saat menyampaikan pidato kenegaraan pertama pada 14 Agustus 2015, Presiden Jokowi mengaktualisasikan kembali pesan dari Bung Karno saat peringatan delapan tahun atau sewindu Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1953. “... kita tidak bertujuan bernegara hanya satu windu saja, kita bertujuan bernegara seribu windu lamanya, bernegara buat selama-lamanya.”

“Untuk hidup sejahtera perlu kerja keras, butuh pengorbanan. Ayo Kerja untuk bangsa! Ayo Kerja untuk negara! Ayo Kerja untuk rakyat!” kata Joko Widodo. Sejak memimpin pemerintahan, Jokowi pun identik dengan kerja.

Presiden Joko Widodo juga menyampaikan bahwa bangsa Indonesia patut berterima kasih kepada para pendahulu bangsa, para pemimpin nasional, mulai dari Presiden Soekarno, Presiden Soeharto, Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Atas perjuangan dan kerja keras para pemimpin nasional tersebut, disertai dukungan sepenuh hati dari seluruh rakyat Indonesia, saat kita memperingati 70 tahun Indonesia Merdeka, bangsa Indonesia mempunyai modal yang lebih dari cukup untuk melompat maju.”

Dia kemudian melanjutakan bahwa, persatuan Indonesia sudah kokoh, pendidikan rakyat semakin maju dan peluang peserta didik untuk melakukan mobilitas sosial terbuka lebar. Saat itu, Indonesia memiliki hampir 300 ribu sekolah, lebih dari dua juta guru, dan hampir 40 juta siswa, tidak termasuk taman kanak-kanak yang tersebar di seluruh pelosok Tanah Air.

Lebih dari itu, Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas hingga Rote, adalah negeri dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, negeri demokrasi terbesar ketiga di dunia. Dalam hal berdemokrasi, Jokowi menekankan bahwa Indonesia telah menjadi salah satu contoh gemilang di dunia. Dibandingkan dengan tahun 2013, indeks demokrasi kita naik dari 63,72 menjadi 73,04 pada tahun 2015.

Indonesia juga mempunyai jumlah kelas menengah yang signifikan dan akan terus bertambah seiring dengan bonus demografi yang sedang dan akan kita nikmati. Dalam 15 tahun terakhir, Indonesia juga mengalami lonjakan Produk Domestik Bruto, dari sekitar 1.000 triliun rupiah, menjadi sekitar 10 ribu triliun rupiah dan menjadi kekuatan ke-16 ekonomi dunia.

Kini Indonesia duduk sejajar dengan negara-negara maju di Forum G-20. Semua itu menunjukkan bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Sebagai bangsa yang besar, kita harus percaya diri, harus optimis, bahwa kita dapat mengatasi segala persoalan yang menghadang di hadapan kita,” kata Presiden.

Sementara untuk RAPBN 2016, di hadapan rapat paripurna DPR pada 14 Agustus 2015 itu, Presiden Jokowi antara lain menyampaikan enam asumsi ekonomi makro tahun 2016. Pertumbuhan ekonomi ditargetkan 5,5 persen; laju inflasi 4,7 persen; dan nilai tukar rupiah diperkirakan Rp 13.400 per dolar AS.

Sementara rata-rata suku bunga Surat Perbendaharaan Negara 3 bulan diasumsikan 5,5 persen dan rata-rata harga minyak mentah Indonesia US$ 60 dolar per barel. Adapun kapasitas produksi minyak bumi 830 ribu barel per hari dan gas bumi sekitar 1,155 juta barel setara minyak per hari.

Dalam RAPBN 2016, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp 1.848,1 triliun. Dari jumlah tersebut, penerimaan perpajakan direncanakan sebesar Rp 1.565,8 triliun, naik 5,1 persen dari target APBNP tahun 2015. Dengan penerimaan perpajakan sebesar itu, rasio penerimaan perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto tahun 2016 mencapai 13,25 persen.

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)sebesar Rp 280,3 triliun dan penerimaan hibah sebesar Rp 2,0 triliun. Pemerintah mengoptimalkan PNBP seperti dari penerimaan sumber daya alam, terutama migas.

Dalam upaya mendukung pelaksanaan kebijakan belanja negara, pemerintah mengalokasikan anggaran infrastruktur Rp 313,5 triliun atau 8,0 persen. Anggaran tersebut lebih besar dari alokasi dalam APBNP 2015, dan akan digunakan antara lain untuk pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, dan bandara, termasuk bandara perintis agar konektivitas dan pemerataan antarwilayah menjadi lebih baik.

Subsidi dianggarkan Rp 201,4 triliun. Subsidi dialokasikan untuk subsidi energi Rp121,0 triliun dan subsidi non-energi Rp 80,4 triliun.

Secara keseluruhan, anggaran belanja negara dalam RAPBN 2016 dialokasikan Rp 2.121,3 triliun terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp 1.339,1 triliun, yang mencakup belanja kementerian/lembaga Rp 780,4 triliun dan belanja non-kementerian/lembaga Rp 558,7 triliun, serta alokasi transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 782,2 triliun.

Dengan demikian, defisit anggaran dalam RAPBN 2016 sebesar Rp 273,2 triliun atau 2,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto. Defisit RAPBN 2016 akan dibiayai dengan pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri sebesar Rp 272,0 triliun dan luar negeri neto sebesar Rp 1,2 triliun.

Halaman:
Reporter: Antara