Meski Menuai Polemik, MPR Tetap Rekomendasikan Amendemen UUD 1945

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Ilsutrasi, Ketua MPR Zulkifli Hasan. MPR merekomendasikan amendemen terbatas UUD 1945.
Penulis: Fahmi Ramadhan
16/8/2019, 10.26 WIB

PKS menilai, kondisi oposisi saat ini lsemah. Ia khawatir, perubahan terbatas UUD 1945 ini memungkinkan salah satu pihak memasukkan agenda gelapnya melalui mekanisme pemungutan suara (voting).

Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) PKS Mardani Ali Sera mengatakan oposisi harus kuat agar ide-ide yang bertentangan dengan semangat reformasi tidak diakomodasi dalam perubahan dasar negara. Ia khawatir MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara yang bertentangan dengan kedaulatan rakyat.

"Kalau mau amendemen didampingi oposisi kuat dengan (perbandingan suara pemerintah dan oposisi) 60%:40% bagus, 55%:45% lebih bagus," kata Mardani kepada Katadata.co.id, Rabu (15/8) lalu.

Begitu juga dengan Pakar Hukum Tata Negara dari Sekolah Jentera, Bivitri Savitri. Ia menolak amendemen UUD 1945. Sebab, perubahan konstitusi sejatinya berasal dari permintaan masyarakat yang resah dengan keadaan.

Ia mencontohkan keadaan politik 1998 membuat rakyat meminta adanya amendemen UUD dan terlaksana setahun setelahnya. "Ini amendemen untuk kepentingan rakyat atau untuk kepentingan segelintir orang?," kata Bivitri, beberapa waktu lalu (14/8).

Ia mencontohkan, amendemen UUD 1945 yang sebelumnya dilakukan atas dorongan gerakan mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat pada 1998. Amendemen juga harus memberikan implikasi konkret bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, tidak ada manfaatnya menghidupkan kembali GBHN.

(Baca: Adu Kuat Partai Koalisi Jokowi Berebut Kursi Ketua MPR)

Halaman: