Kejadian listrik mati pada 4-5 Agustus 2019 membuat Gana Buana (31 tahun) sangat sedih. Pemadaman lebih dari 12 jam itu mengakibatkan kulkas di rumahnya mati sehingga air susu yang ia perah selama berhasi-hari terpaksa dibuang karena basi.
“Saya jujur sedih cuma dapat permohonan maaf dari PLN,” kata warga perumahan di Bekasi Timur, Jawa Barat itu seperti dikutip oleh Antara. “PLN enggak tahu bagaimana perjuangan pejuang ASI (air susu ibu).”
Ketika listrik padam, ribuan penumpang moda raya terpadu (MRT) sempat terjebak di dalam rangkaian kereta yang berada di terowongan dengan kedalaman 25 meter. Mereka akhirnya berhasil mencari jalan keluar dengan mengandalkan pencahayaan lampu lokomotif.
Nasib yang sama juga dialami penumpang KRL Commuter Line yang telantar di stasiun maupun gerbong selama pemadaman terjadi. Operator terpaksa mengembalikan tiket yang telah dibeli penumpang di seluruh stasiun.
(Baca: Pohon Sengon Picu Listrik Mati Massal, Ini Daftar Penyebab Lainnya)
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicolas Mandey menghitung kerugian material dari kejadian ini mencapai Rp 200 miliar. Nominal ini berdasarkan laporan dari 82 pusat perbelanjaan dan lebih dari 2.500 toko ritel modern swakelola di Jakarta.
Menurut Roy, kenyamanan masyarakat terganggu karena banyak fasilitas tak berfungsi normal, seperti jaringan pembayaran elektronik. “Biaya operasional juga bengkak karena beberapa gerai terpaksa memakai genset agar tetap melayani masyarakat,” katanya.
Pemadaman listrik juga memicu kebakaran di delapan lokasi di ibu kota. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta, pada Minggu malam kebakaran terjadi di bangunan tempat tinggal dan vihara. Lalu, esok harinya, sejumlah ruko, apartemen, lapak, hingga sekolah terbakar. Kepolisia menduga rangkaian kebakaran ini karena korsleting listrik sesaat setelah menyala kembali.
PLN kini harus menutup kerugian materi 21,9 juta pelanggannya di DKI Jakarta, Jawa Barat, serta sebagian daerah di Jawa Tengah. Hitungannya mencapai Rp 839 miliar.
(Baca: Biaya Kompensasi akan Naik, PLN Minta Pemerintah Tambah Investasi)
Perusahaan akan memberikan kompensasi sesuai dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 27 Tahun 2017 tentang Kompensasi Pemadaman Listrik. Rinciannya, golongan subsidi akan diberi kompensasi diskon 20% dari biaya beban. Sedangkan untuk pelanggan nonsubsidi akan mendapatkan kompensasi sebesar 35%.
Kompensasi ini akan masuk dalam perhitungan pengurangan pembayaran listrik pada Agustus 2019. Untuk listrik prabayar, PLN akan memberikan ganti rugi saat pelanggan memasukkan token berikutnya.
Wacana Kompensasi Listrik Naik Tiga Kali Lipat
Soal kompensasi pemadaman listrik sempat membuat geger karyawan PLN. Pasalnya, Direktur Pengadaan Strategis II PLN Djoko Rahardjo Abumanan mengatakan biaya ganti rugi akan berasal dari pemotongan gaji dan bonus karyawan. Jadi, total ganti ruginya akan ditanggung renteng oleh 40 ribu karyawan PLN.
"Karena di PLN itu ada yang namanya merit order. Kalau kerja tidak bagus, potong gaji," kata Djoko saat ditemui di Jakarta pada 6 Agustus lalu.
Berdasarkan laporan keuangan PLN pada 2018, total beban kepegawaian yang dibayarkan perusahaan mencapai Rp 22,95 triliun. Jika dirinci, beban kepegawaian paling besar adalah untuk pembayaran jasa produksi dan insentif prestasi kerja sebesar Rp 6,38 triliun. Disusul imbalan kerja (employee benefits) sebesar Rp 5,32 triliun.
(Baca: Setop Operasi Akibat Listrik Mati, Industri Kimia Diramal Rugi Rp 300M)
Sementara pembayaran gaji mencapai Rp 4,51 triliun. Lalu tunjangan sebesar Rp 2,96 triliun dan lain-lain Rp 3,77 triliun. Laporan itu juga mengungkapkan pembayaran kompensasi untuk dewan direksi pada tahun lalu mencapai Rp 224,59 miliar. Sedangkan untuk dewan komisaris mencapai Rp 74,86 miliar.
Ketua Umum Serikat Pekerja PLN Eko Sumantri menolak tegas wacana itu. Alasannya, pemotongan gaji karyawan berpotensi melanggar sejumlah aturan, seperti Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Eko merujuk pada Pasal 93 UU 13 Tahun 2003 serta Pasal 24 PP 78 Tahun 2015 yang mengatur upah tidak dibayarkan hanya jika pekerja tidak melakukan pekerjaan. Dalam Pasal 24 PP 78 juga menyebut pekerja yang tidak bekerja karena sakit, menikah, hingga mengambil hak istirahat juga tetap harus dibayar upahnya. "Ada perlindungan upah dalam PP," kata dia.
Dua hari setelah pernyataan Djoko, Pelaksana Tugas Direktur Utama PLN, Sripeni Inten Cahyani menegaskan tidak akan ada pemotongan gaji karyawan PLN untuk kompensasi pelanggan.
“Kepada insan PLN jangan khawatir. Mari fokus bekerja melayani masyarakat. Manajemen tidak akan melakukan pemotongan yang berkaitan dengan kompensasi kepada pelanggan,” ujarnya berdasarkan keterangan tertulis.
(Baca: Infografik: Kacaunya Pulau Jawa Ketika Listrik Padam)
Mekanisme pembayaran kompensasi sudah diatur pemerintah. Artinya, sebagai perusahaan public, PLN harus memastikan masyarakat menikmati tingkat layanan tertentu. Apabila tidak berhasil, PLN harus memberikan kompensasi. "Kami tegaskan bahwa tidak ada relevansi antara gaji dan kompensasi," kata Sripeni.
Kompensasi akan diberikan dalam bentuk nontunai. Peraturannya mengacu kepada Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2017.
Urusan ganti rugi ini kemudian berbuntut dengan rencana pemerintah merevisi besarannya. Sekertaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menyatakan saat ini perubahan aturan terkait biaya kompensasi sedang dibahas.
Nantinya, kompensasi yang dibayarkan pada pemadaman satu jam pertama adalah 100% dari tagihan pelanggan setiap bulannya. Apabila pada satu jam berikutnya pemadaman masih terjadi, maka akan menjadi 200% dari tagihan. Kemudian jika berjam-jam, biaya kompensasi akan mencapai 300% atau tiga kali lipat dari jumlah tagihan.
(Baca: Para Pedagang yang Menangguk Untung saat Listrik Mati Massal)
Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan kompensasi tersebut masih disimulasikan. Pasalnya, pemerintah juga akan memperhatikan kondisi keuangan dari PLN. Ia menyebut bahwa masih ada beberapa simulasi yang harus diselesaikan.
“Pokoknya (kejadian listrik mati) yang kemarin itu basisnya pake Permen ESDM Nomor 27 Tahun 2017. Kalau yang tadi diomongin itu ya wacana, masih disimulasi,” kata Rida.
Pada saat yang sama, PLN berencana meminta peningkatan biaya investasi ke pemerintah. Pasalnya, kenaikan biaya kompensasi hingga tiga kali lipat akan meningkatkan beban keuangan perusahaan.