Memburuknya kualitas udara di Jakarta akibat polusi udara menjadi sorotan masyarakat. Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index/AQI) Jakarta yang mencapai 132 US AQI menandakan kualitas udara yang tidak sehat. Kualitas udara Jakarta merupakan yang terburuk ketiga di dunia setelah Santiago (Chili) dan Chongqing, Tiongkok. Sejumlah masyarakat bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) bahkan menggugat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta atas buruknya kondisi udara tersebut.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengajukan solusi unik untuk mengurangi polusi udara di Jakarta, yakni dengan membagikan tanaman lidah mertua (Sanseviera) secara gratis kepada masyarakat mulai Agustus mendatang. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berharap langkah ini dapat mengurangi polusi di ibu kota meski ini bukan satu-satunya cara yang akan ditempuh.
Dinas Kehutanan mendapat rekomendasi beberapa tanaman yang dapat mengendalikan pencemaran udara. Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian DKI Jakarta, Djarmuni, mengatakan tanaman lidah mertua mampu menjadi anti-polutan sehingga dapat membantu mengurangi polusi udara di DKI Jakarta. Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga berkoordinasi dengan instansi dan kantor pemerintahan untuk memetakan penempatan tanaman lidah mertua di atap-atap gedung perkantoran.
Lidah Mertua Efektif Mengurangi Polusi di Ruang Tertutup
Penelitian mengenai tanaman dan polusi udara pernah dilakukan oleh National Aeronautics and Space Administration (NASA) dan Associated Landscape Contractors of America (ALCA) pada 1989. Peneliti NASA B.C Wolverton, Anne Johnson, dan Keith Bounds dalam riset Interior Landscape Plants for Indoor Air Pollution Abatement secara spesifik membahas kontribusi tanaman hias dalam mengurangi polusi udara di dalam ruangan, bukan di tempat terbuka.
Riset tersebut bukan hanya meneliti tanaman lidah mertua tetapi juga beberapa tanaman hias lain yang dapat mengurangi polusi udara dan menghasilkan oksigen. Tanaman hias yang dijadikan sampel dapat menetralkan zat trichloroethylene (TCE), benzene, dan formaldehyde. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa tanaman lidah mertua dalam kurun waktu 24 jam dapat mengurangi 9.727 mikrogram TCE per tanaman dengan luas permukaan daun tanaman sepanjang 3.474 cm2.
Selanjutnya, tanaman lidah mertua dapat mengurangi racun benzene sebanyak 28.710 mikrogram dengan total luas permukaan daun tanaman sepanjang 2.871 cm2. Sementara untuk formaldehyde, tanaman lidah mertua mampu mengurangi 31.294 mikrogram dengan total luas permukaan daun tanaman sepanjang 2.871 cm2.
Penelitian lain dengan penulis sama yang berjudul Plants and Soil Microorganism: Removal of Formaldehyde, Xylene, and Ammonia from the Indoor Environment juga memaparkan tanaman hias yang dapat mengurangi polusi udara di ruang tertutup. Penelitian tersebut menyatakan, tanaman terbaik dari 33 tanaman hias yang dapat menyerap formalhyde di ruang tertutup adalah Nephrolepsis exalta “Bostoniensis”. Di Indonesia, tanaman tersebut dikenal dengan nama Paku Gunung.
Penentuan posisi atau peringkat ditentukan dari kemampuan setiap tanaman hias dalam menyerap racun per jam. Lidah mertua berada di peringkat kedua dari bawah sebagai tanaman hias yang efektif mengurangi formaldehyde. Tanaman lidah mertua dapat mengurangi 189 mikrogram formaldehyde per jam dengan temperature 26,2 oC dan ukuran pot seluas 15,2 cm.
Selain itu, lidah mertua berada di peringkat 24 dari 30 tanaman hias dengan kemampuan mengurangi 47 mikrogram xyline. Pengurangan ini diujikan ketika tanaman lidah mertua berada di tempat dengan temperature 26,6 oC dan ukuran pot seluas 15,2 cm.
Dalam pengujian terakhir, yaitu senyawa ammonia, tanaman lidah mertua terbukti tidak mengurangi senyawa tersebut. Tanaman hias yang justru dapat mengurangi ketiga senyawa tersebut adalah Rhapis Excelsa atau palem jari, Homalomena sp, Liriope Spicata, Anthurium Andraeanum, Chrysanthemum Morifolium atau bunga krisan, dan Calathea Vittata. Selain itu, Tulip "Yellow Present", Chamaedora Elegans, Ficus Benjamina (beringin), Spathiphyllum "Clevelandii", dan Rhododendron Indicum (azalea).
(Baca: Jakarta Jadi Rajanya Polusi Udara Asia Tenggara)
Mengurangi Polusi dari Sumbernya
Kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang ingin mengurangi polusi dengan membagikan lidah mertua ini menuai banyak kritik. Salah satunya adalah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), yang menyatakan pembagian lidah mertua merupakan langkah yang bagus, tetapi dinilai belum cukup.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menyatakan, polusi udara disebabkan adanya kontribusi gas buang kendaraan bermotor, industri, dan musim kemarau di Indonesia. Penggunaan transportasi pribadi yang tinggi berkontribusi membuat kualitas udara Jakarta semakin buruk.
Dwi Sawung, Manajer Kampanye dan Perkotaan Walhi menyarankan agar Pemprov DKI Jakarta memberi perhatian kepada sumber-sumber terjadinya polusi udara. Apabila sumber polusi dibiarkan, langkah untuk mengurangi pengurangan polusi, seperti lidah mertua akan berdampak secara jangka pendek.
Selain itu, tidak hanya lidah mertua yang harus ditanam. Walhi menyatakan bahwa Pemprov DKI Jakarta harus mengembalikan tanaman-tanaman yang ditebang untuk pembangunan.
(Baca: Kematian Akibat Polusi Udara di Asia Tenggara Akan Naik Drastis)