Hasil survei Saiful Mujani Research & Consulting (SMRC) menunjukkan, sekitar 69% masyarakat Indonesia menilai pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 berlangsung jujur dan adil (jurdil). Berdasarkan catatan SMRC, kepercayaan masyarakat terkait kualitas Pemilu 2019 tak banyak berubah dibanding pesta demokrasi sebelumnya.
Direktur Program SMRC Sirojudin Abbas menyampaikan, ada sekitar 28% responden yang menganggap proses Pemilu 2019 berlangsung kurang atau tidak jujur dan adil. “Anggapan bahwa Pemilu 2019 tidak berlangsung jujur dan adil ini tak sejalan dengan penilaian mayoritas warga Indonesia,” kata dia dalam siaran pers, kemarin (16/6).
Kondisi ini, menurutnya sama dengan pelaksanaan Pemilu pada 2009 maupun 2014. Pada 2009, sebanyak 67% responden menilai pemilu berlangsung jujur dan adil. Begitu pun pada 2014, 70,7% responden menganggap pemilu diselenggarakan dengan baik.
(Baca: Sandiaga Ajukan Gugatan ke MK karena Kecewa Proses Pemilu 2019)
Survei SMRC juga menunjukkan, mayoritas masyarakat menilai positif kondisi bangsa dan demokrasi Indonesia. Sekitar 66% responden menyatakan puas dengan kualitas demokrasi di Indonesia. “Ada 77% warga menyatakan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, demokratis,” kata dia.
Meski begitu, Sirojuddin mencatat ada penurunan kepuasan masyarakat atas kualitas demokrasi di Indonesia, khususnya usai kerusuhan di Jakarta pada 21-22 Mei lalu. Kepuasan atas pelaksanaan demokrasi turun delapan persen dari 74% pada April menjadi 66% per Juni 2019.
Penurunan kepuasan tersebut terlihat dari 43% responden yang menganggap masyarakat sekarang ini takut bicara politik. Jumlah tersebut naik dibanding Pemilu 2014, hanya 17% masyarakat yang beranggapan demikian.
(Baca: Bukti Kurang Kuat, MK Diprediksi Menolak Gugatan Kubu Prabowo-Sandi)
Sebanyak 28% responden menilai pemerintah sering mengabaikan konstitusi selama Pemilu 2019. Jumlah ini tak jauh berbeda dari hasil survei pada Pemilu 2014. Lalu, 38% responden menilai masyarakat saat ini sering merasa takut dengan perlakuan semena-mena penegak hukum. “Pada 2014 angkanya hanya 24%,” kata Sirojuddin.
Ada 21% responden yang menilai masyarakat saat ini sering takut ikut berorganisasi. Pada 2014, responden yang beranggapan demikian hanya 10%. Sebanyak 25% responden saat ini merasa takut menjalankan ibadah keagamaan. Pada 2014, hanya tujuh persen yang beranggapan demikian.
Penurunan juga terlihat pada persepsi publik atas kondisi politik di Indonesia. SMRC mencatat, ada 33% responden yang menganggap kondisi politik Indonesia saat ini buruk. Padahal, jumlahnya hanya 20% pada Pemilu 2014.
(Baca: Survei Final SMRC: Pakai 4 Metode, Jokowi Ungguli Prabowo)
Meski begitu, persepsi masyarakat terkait ekonomi, penegakan hukum, dan keamanan membaik dibanding Pemilu 2014. Survei SMRC menunjukkan, hanya 17% warga yang menganggap kondisi ekonomi nasional lebih buruk. Ada 21% responden yang menganggap kondisi penegakan hukum buruk. “Hanya 16% warga yang menganggap kondisi keamanan buruk,” kata dia.
Secara keseluruhan, Sirojuddin menilai masyarakat Indonesia secara umum belum menyerah dengan prinsip-prinsip demokrasi. Hal ini ditunjukkan dari 82% responden yang menganggap demokrasi adalah pilihan sistem terbaik.
Sebanyak 86% responden menilai demokrasi cocok untuk Indonesia. Kemudian, 86% responden memilih demokrasi dibandingkan sistem yang lain. Sebanyak 91% responden juga menganggap penting kebebasan untuk mengkritik pemerintah. Lalu, 97% responden menganggap penting Pemilu yang jurdil.
“Adanya penurunan persepsi tentang kualitas kondisi demokrasi ternyata belum membuat rakyat mengendur atau patah semangat, dengan keinginan mereka agar Indonesia menjadi semakin demokratis,” kata Sirojudin.
Adapun survei SMRC ini dilakukan terhadap 1.078 responden selama 20 Mei-1 Juni 2019. Survei dilakukan melalui wawacara tatap muka secara langsung. Responden yang dipilih berusia 17 tahun ke atas atau sudah memiliki hak pilih dalam Pemilu. Mereka dipilih secara acak. Tingkat kesalahan dalam survei ini sebesar +/- 3,05%.
(Baca: MK Dinilai Tak Tegas Menentukan Acuan Sengketa Pilpres)