Penyelenggaraan pemilihan umum atau Pemilu, mendapat sorotan dari Direktur Ekskutif Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini. Menurutnya, harus ada evaluasi menyeluruh terhadap undang-undang Pemilu (UU Pemilu), misalnya soal penyelenggaraan Pemilu serentak, ia pandang tidak ideal dilakukan.
"Kalau melihat perkembangan pemilu yang ada saat ini, perlu ada evaluasi secara komprehensif terhadap UU Pemilu dari berbagai aspek,” ujar Titi kepada Wartawan di gedung Ombudsman, Jakarta, Selasa (30/4).
Poin-poin yang menurutnya harus dievaluasi segera adalah soal penyelenggaraan Pemilu secara serentak, sekaligus dalam satu hari. Titi menganggap pihak penyelenggara tidak memiliki sumber daya yang memadai dan kompatibel dalam melaksanakan Pemilu serentak, yang dipenuhi dengan segala macam beban dan kerumitan teknis.
Selain itu, sisi manajemen Pemilu juga menjadi sorotan Titi, terutama terkait dengan tata kelola tahapan penyelenggaraan Pemilu.
(Baca: Perludem Sebut Ruwetnya Pemilu Bukan Hal Baru)
Ia mendesak bahwa sistem Pemilu serentak cukup digunakan untuk Pemilu 2019 dan tidak dilanjutkan lagi untuk Pemilu berikutnya, sebab pelaksanaannya justru menghambat proses terlaksananya Pemilu.
Komponen terkahir, menurut Titi adalah desain kelembagaan penyelenggaraan pemilu, yang juga perlu dievaluasi. "Di dalam desain kelembagaan penyelenggaraan Pemilu terdapat beberapa faktor seperti personil, syarat pelaksanaan tugas dan sebagainya dan hal itu ada baiknya ikut di evaluasi," ujar Titi.
Titi mengkritik, pelaksanaan Pemilu serentak sejatinya bukan produk asli dari hasil UU Pemilu yang dirumuskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melainkan hasil dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi yang diajukan Pengamat Politik Effendi Ghazali.
“Karena pada saat itu negara tidak banyak punya pilihan, akhirnya hasil uji materi itulah yang diputuskan,” terang Titi.
Ia juga mengatakan bahwa sebelumnya juga KPU sudah mengantisipasi hal semacam ini dengan cara menurunkan tingkat beban per TPS dari 500 Daftar Pemilih Tetap (DPT) menjadi 300 DPT.
Tetapi, menurutnya hal itu bukanlah menjadi tolok ukur utama, melainkan keputusan MK-lah yang akhirnya berbuah Pemilu serentak yang akhirnya diwarnai oleh sejumlah masalah dan tragedi.
(Baca: Ombudsman: Ratusan Petugas KPPS Gugur Merupakan Kesalahan Negara)