Dinilai Terlalu Rumit, Pengamat Minta Desain Pemilu Diubah

Sejumlah warga mengikuti simulasi pemilu yang digelar KPU di SDN 02 Nagrak, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat (3/2). Simulasi tersebut bertujuan untuk memberikan sosialisasi bagi masyarakat yang masih kebingungan dengan mekanisme pencoblosan.
25/4/2019, 18.58 WIB

Pendiri Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menilai desain Pemilu 2019 perlu diubah. Desain Pemilu serentak yang menggabungkan Pilpres dan Pileg di tingkat DPR, DPRD tingkat I, DPRD tingkat II, dan DPD menimbulkan kesulitan teknis.

Berdasarkan catatan KPU hingga Rabu (24/4), petugas Kelompok Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia dan sakit mencapai 1027 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 144 orang meninggal dunia dan 883 orang lainnya sakit.

"Pemilu 2019 ini termasuk salah satu Pemilu yang banyak catatan kekurangan," kata Salang di kantornya, Jakarta, Kamis (25/4).

(Baca: Kisah Para Pahlawan Pemilu yang Kelelahan hingga Meninggal)

Selain itu, Salang juga menilai desain Pemilu 2019 membuat partai politik perlu mengeluarkan biaya yang lebih besar karena harus menyediakan saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS) seluruh Indonesia. Dengan jumlah TPS sebanyak 813.350, ia memperkirakan biaya yang dikeluarkan partai politik untuk menyediakan saksi mencapai Rp 160 miliar.

"Besaran biaya yang harus dikeluarkan ini membuat partai politik masuk perangkap korupsi," kata Salang.

Salang pun memberikan opsi alternatif dengan melaksanakan Pemilu secara berurutan dalam satu waktu seperti menyelenggarakan Pilpres terlebih dahulu kemudian dilanjutkan Pileg, atau sebaliknya. "Kita harus evaluasi ulang, apa betul kita harus Pemilu Serentak," kata dia.

Pendapat berbeda dilontarkan oleh Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jerry Sumampouw. Ia menilai Pemilu 2019 sudah cukup baik. Pasalnya, Pemilu 2019 yang dilaksanakan secara serentak telah mampu meningkatkan partisipasi pemilih.Pemilu 2019 juga dinilainya menghemat anggaran negara.

Selain itu, menurutnya sistem Pemilu 2019 telah mampu menguatkan sistem presidensial. "Jadi relatif berhasil. Ini output yang saya lihat," kata Jerry.

(Baca: Sejumlah Organisasi Catat 708 Masalah dalam Rekapitulasi Suara Pemilu)

Pemilu 2019 Perlu Dievaluasi

Evaluasi terkait Pemilu 2019 seharusnya diarahkan kepada penyelenggara Pemilu, bukan soal apakah harus dilaksanakan serentak atau dipisah. KPU dan Bawaslu masih menyelenggarakan Pemilu 2019 dengan kultur dan sistem yang lama. Jerry menilai KPU dan Bawaslu tidak sensitif terhadap isu-isu yang muncul dalam Pemilu 2019.

Salah satunya terkait tingginya antusiasme masyarakat mengikuti pesta demokrasi. Inilah yang kemudian membuat masalah dalam penetapan Daftar Pemilih Tetap (DPT), logistik, hingga distribusi. "Secara teknis memang banyak masalah, tapi itu berkaitan dengan penyelenggara," kata Jerry.

Analis politik dari Exposit Strategic Arief Susanto meminta agar semua pihak tidak terburu-buru meminta perubahan desain Pemilu. Menurutnya, evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh untuk melihat akar masalah dari pesta demokrasi saat ini.

Menurutnya, bisa saja persoalannya sebenarnya karena operasional dan integritas dari penyelenggara Pemilu. "Jangan terburu-buru membuat kesimpulan bahwa ada yang keliru dengan sistem Pemilu Serentak ini. Evaluasi dulu secara lebih menyeluruh," kata Arief.

(Baca: Sandiaga Dukung Pembentukan Tim Pencari Fakta Usut Kecurangan Pemilu)

Reporter: Dimas Jarot Bayu