Koalisi Masyarakat Sipil menemukan 1.022 temuan masalah dalam Pemilu 2019 di berbagai wilayah Indonesia. Temuan ini menunjukkan penyelenggaran pemungutan dan penghitungan suara dalam Pemilu 2019 masih semrawut.
Masalah itu beragam, mulai dari pelanggaran teknis administrasi, kesiapan penyelenggara, logistik, politik uang, partisipasi dan hak pilih, pelanggaran Pemilu, hingga soal kekerasan dan keamanan.
"Kalau bertanya praktik Pemilu 2019, kami simpulkan semrawut dan chaos," kata Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jerry Sumampouw dalam diskusi di Jakarta, Kamis (18/4).
(Baca: Bawaslu Temukan Ribuan TPS Tak Siap Menggelar Pilpres 2019)
Secara rinci, Koalisi mencatat ada 337 temuan berkaitan dengan pelanggaran teknis administrasi. Dari jumlah tersebut, 204 temuan di antaranya terkait dengan transparansi jumlah DPT yang tidak terpasang di TPS.
Kemudian, ada 93 temuan TPS yang tidak dibuka tepat waktu. Sisanya sebanyak 34 temuan terkait dengan surat suara yang kurang, sudah tercoblos, rusak, atau tertukar. Ada pula satu temuan terkait data ganda, satu pemberitahuan terlambat, dan empat laporan TPS ditutup tidak tepat waktu.
Terkait dengan persoalan kesiapan penyelenggara, Koalisi menemukan ada 289 temuan yang terdiri dari 275 temuan soal tak adanya panitia pengawas di TPS, sebanyak sembilan temuan terkait laporan KPU/Bawaslu ketika pemungutan dan perhitungan suara, dan sisanya terkait dengan masalah WNA masuk TPS, TPS rusak, dan kesiapan masyarakat pemilih.
Hal lain yang menjadi perhatian Koalisi adalah mengenai persoalan logistik sebanyak 211 temuan. Ada 50 temuan terkait logistik rusak, 52 temuan logistik terlambat, dan empat temuan logistik kurang. Ada juga masalah minimnya alat bantu bagi para pemilih difabel.
(Baca: Unggah Foto di Instagram, Sandiaga : Mohon Maaf Belum Bisa Mendampingi)
Terkait politik uang, Koalisi mencatat ada 93 temuan. Dari jumlah tersebut, subjek terbanyak yang melakukan politik uang adalah tim kampanye. Ada pula politik uang yang juga dipraktikkan oleh para pendukung kandidat tertentu. Politik uang ini mencakup pembagian sembako dan barang-barang dengan sticker caleg tepat sebelum TPS dibuka.
Terkait dengan partisipasi dan hak pilih, Koalisi menemukan adanya 16 kasus pemilih tidak bisa menggunakan hak pilih, 17 kasus pemilih antre, dan enam kasus pemilih tidak terdata.
Koalisi menemukan adanya 12 temuan pelanggaran Pemilu. Rinciannya, enam kasus kampanye di masa tenang, tiga kasus terkait netralitas penyelenggara Pemilu, dua kasus pemasangan alat peraga kampanye, dan satu kasus kampanye di TPS.
Terkait dengan kekerasan dan keamanan, Koalisi mencatat ada enam temuan. Rinciannya, tiga kasus penyerangan terhadap penyelenggara Pemilu di Blitar, Jawa Timur; Musi Rawas, Sumatera Selatan; dan Sampang, Jawa Timur. Ada pun, tiga kasus keamanan berada di TPS luar negeri, yakni Yaman, Yordania, dan Suriah.
Menurut Jerry, persoalan yang terjadi tahun ini lebih banyak dibandingkan berbagai Pemilu sebelumnya. Jerry menilai hal ini terjadi akibat ketidakprofesionalan KPU dan Bawaslu. "Persoalan ini ada di penyelenggara Pemilu," kata Jerry.
Hal senada juga disampaikan Direktur Sindikasi Pemilu dan Demokrasi, August Mellaz yang menilai Pemilu 2019 merupakan yang paling buruk selama dua dekade terakhir."Pemilu kita makin memburuk. Saya kira kita harus mulai gugat profesionalisme mereka ke DKPP," kata August.
Meski demikian, berbagai persoalan yang ada tidak lantas membuat Pemilu 2019 menjadi tidak sah. Menurutnya, Pemilu 2019 tetap sah mengingat partisipasi masyarakat yang ikut serta dalam pesta demokrasi ini cukup besar.
Jerry menambahkan, pihak-pihak yang merasa keberatan dengan berbagai masalah saat ini harus menyelesaikan masalah yang ada melalui mekanisme hukum yang berlaku. "Jangan lagi berpikir kita bisa ulang Pemilu karena kesalahan penyelenggara," kata Jerry.
(Baca: Pendukung Prabowo Minta KPU Cabut Lisensi Lembaga Survei)