Caleg Gerindra Persoalkan Panitia Pemilu di Malaysia

Ilustrasi simulasi pemilu.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
5/4/2019, 15.25 WIB

Calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Gerindra Basri Kinas Mappaseng menuding rekrutmen Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) di Malaysia tidak transparan. Sebab, Basri menilai ada kejanggalan terhadap PPLN di Malaysia saat ini.

Basri mencontohkan, PPLN di Malaysia saat ini banyak yang berasal dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) atau Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI). Hal tersebut seperti terlihat pada Ketua PPLN Kuala Lumpur Agung Cahaya Sumirat.

Agung saat ini menjabat sebagai Atase KBRI Malaysia bidang Penerangan dan Sosial Budaya. "Kalau mereka (petugas PPLN) dari Aparatur Sipil Negara (ASN), netralnya di mana?" kata Basri di Kantor Bawaslu, Jakarta, Jumat (5/4).

(Baca: Caleg Gerindra Laporkan Dugaan Praktik Jual Beli Suara di Malaysia)

Basri lantas mempertanyakan mengapa KPU tak merekrut WNI di Malaysia yang tidak bekerja di KBRI atau KJRI. Padahal, jumlah mereka di Malaysia cukup banyak.

Basri menyebut jumlah WNI di Malaysia saat ini sekitar 1,1 juta jiwa. "Kami keberatan. Banyak orang Indonesia di sana, banyak dosen, banyak pedagang," kata Basri.

Basri khawatir PPLN di Malaysia yang berasal dari KBRI dan KJRI dimanfaatkan untuk memenangkan caleg tertentu. Sebab, anak Duta Besar Indonesia untuk Malaysia Rusdi Kirana, Davin Kirana juga ikut dalam Pileg 2019.

Davin tercatat menjadi caleg dari Partai Nasdem di daerah pemilihan (dapil) DKI Jakarta II. Dapil tersebut meliputi Kota Jakarta Selatan, Jakarta Pusat, dan Luar Negeri.

"Ini enggak menuduh. Ini cuma curhatan, agar teman-teman Bawaslu bisa melihat secara jernih persoalan ini," kata Basri.

(Baca: Hasil Survei: Media Sosial Mempengaruhi Pilihan saat Pemilu)

Basri sebelumnya juga melaporkan praktik jual beli suara di Malaysia kepada Bawaslu. Menurut Basri, praktik jual beli suara utamanya terjadi di Kuala Lumpur. "Tapi saya lihat juga ini merambah kemana-mana, sudah diatur semua," kata Basri.

Basri mengatakan, praktik jual beli suara itu dilakukan oleh perantara di Malaysia. Ia memediasi jual beli suara WNI di sana kepada kandidat tertentu yang berada di Indonesia.

Perantara tersebut merupakan WNI. Biasanya, mereka bekerja secara berkelompok ketika menawarkan suara. Menurut Basri, perantara tersebut menawarkan 20-50 ribu suara kepada kandidat tertentu.

Suara tersebut diduga ditawarkan untuk Pileg dan Pilpres 2019. Adapun, perantara memperjualbelikan tiap suara di Malaysia seharga MYR 15-25.

(Baca: BPN Prabowo-Sandiaga Minta KPU Segera Selesaikan DPT Bermasalah)