Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggeledah kantor pusat PT Krakatau Steel di Cilegon, Banten terkait penyidikan kasus suap pengadaan barang dan jasa di perusahaan milik negara itu. Dari lokasi penggeledahan, KPK menyita sejumlah dokumen terkait proyek yang dikerjakan atau direncanakan oleh Krakatau Steel.
Selain menyita dokumen, KPK mengamankan sejumlah barang bukti elektronik dari data komputer PT Krakatau Steel. "Bukti-bukti tersebut akan kami pelajari lebih lanjut untuk proses penyidikan ini," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (26/3).
Penggeledahan dilakukan sejak Senin (25/3) hingga Selasa dini hari selama 12 jam. Tim penyidik KPK menyisir enam ruangan direksi dan manager, yakni ruang Direktur Teknologi dan Produksi, ruang Direktur Logistik, ruang General Manager Blast Furnace Complex Krakatau Steel, ruang Manager Blast Furnace Plan, ruang GM Central Maintenance and Facility, dan ruang Material Procurement.
(Baca: Direktur Tersangkut Korupsi, Krakatau Steel Fokus Pacu Target Produksi)
Febri mengatakan semua memahami PT Krakatau Steel adalah salah satu BUMN yang berarti penting dalam produksi dan perekonomian di Indonesia. "Sehingga upaya menjaga agar BUMN kita bersih dari korupsi adalah salah satu pekerjaan yang wajib jadi perhatian bersama, apalagi keuangan BUMN juga termasuk keuangan negara," tuturnya.
(Baca: Dirundung Kasus Suap, Krakatau Steel Pastikan Bisnis Tak Terganggu)
KPK telah menetapkan empat tersangka kasus suap itu, yakni diduga sebagai penerima Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel Wisnu Kuncoro (WNU) dan Alexander Muskitta (AMU) dari unsur swasta. Sedangkan yang diduga sebagai pemberi, yaitu Kenneth Sutarja (KSU) dan Kurniawan Eddy Tjokro (KET) berasal dari pihak swasta.
BUMN Dinilai Masih Lemah Cegah Korupsi
Transparency International Indonesia (TII) menyatakan kasus suap Krakatau Steel menunjukkan BUMN masih lemah dalam pencegahan korupsi. Dalam riset bertajuk "Transparency in Corporate Reporting (TRAC): Penilaian terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN)” Transparency International Indonesia menilai kesiapan 105 perusahaan plat merah dalam mencegah korupsi. Ternyata dari penilaian itu, hanya 46% rata-rata skor transparansi BUMN dalam pencegahan korupsi.
"BUMN tak bisa terus menerus berdalih perusahaannya mengadopsi Good Corporate Governance," kata Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko dalam keterangan resmi TI-Indonesia, Selasa (26/3).
(Baca: Direktur Krakatau Steel Jadi Tersangka Suap Pengadaan Kontainer)
Berdasarkan riset tersebut, hanya 15 dari 105 perusahaan yang mewajibkan kontraktor atau vendor mematuhi kebijakan anti korupsi. Lalu hanya 17 dari 105 BUMN yang informasikan perusahaan melakukan pelatihan anti korupsi dari direksi hingga karyawan.
Dadang menyatakan BUMN perlu memcontoh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dalam mengurangi risiko korupsi akibat hubungan bisnis vendor tak termitigasi. SKK Migas disebutnya talah mendorong Kontraktor Kontrak Kerja Sama Minyak dan Gas Bumi untuk sertifikasi ISO 37001:2016 tentang Sistem Manajemen Anti Suap.
"Lalu pelatihan anti korupsi kepada direktur, pegawai, vendor, dan komsultan perlu dilakukan berkala." kata Dadang.
(Baca: Krakatau Steel Percepat Pembangunan Klaster Baja Cilegon)
Kasus ini bukan pertama kalinya melanda BUMN. Sebelumnya petinggi Waskita Karya (Persero), PLN, Pertamina, Adhi Karya, Pelindo II, Jasindo, Berdikari, PGN, PT. PAL hingga Garuda Indonesia pernah terbentur kasus dugaan korupsi. Bahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menetapkan satu BUMN sebagai tersangka korporasi yakni Nindya Karya.
Dadang juga menyoroti pembenahan sistem rekrutmen direksi BUMN yang mampu mengurangi politisasi perusahaan milik negara itu. Selain itu dia mengingatkan Fokus Aksi Pencegahan Korupsi adalah penerapan Sistem Manajemen Anti Suap, bukan penerapan Good Corporate Governance. "Misal penerapan ISO 37001:2016 tentang Anti Bribery Management System," katanya.