Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap pemerintah yang memenangkan pemilu 2019 akan memasukkan revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Saat ini lembaga antirasuah tersebut sudah mengambil berbagai langkah seperti sosialisasi terkait revisi itu.
Wakil Ketua KPK La Ode Muhammad Syarief juga mengharapkan DPR menjadikan revisi UU Tipikor sebagai fokus ketimbang memaksa presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). "Kami akan sampaikan ke pemerintahan yang baru agar revisinya masuk Prolegnas," kata La Ode dalam acara diskusi di Jakarta, Selasa (19/3).
La Ode mengatakan, langkah ini merupakan bagian tindak lanjut rekomendasi Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menangani kejahatan korupsi (UNCAC). Beberapa kejahatan yang belum masuk dalam UU Tipikor adalah penggunaan pengaruh dalam tindak pidana korupsi, memperkaya diri sendiri secara tak sah, suap menyuap di sektor swasta, hingga pemulihan aset.
"Penyuapan pejabat publik asing juga belum masuk norma hukum Tipikor kita," kata dia.
Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2018 masih di angka 38 atau naik 1 tingkat dari tahun sebelumnya. La Ode mengatakan, capaian ini masih di bawah negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, hingga Brunei Darussalam. "Saya tak tahu apakah ini berkorelasi dengan (kelengkapan) norma hukum tipikor kita," ujarnya.
(Baca: KPK Periksa Ruangan Menteri Agama terkait Kasus Suap Romahurmuziy)
KPK saat ini juga telah memiliki dokumen Aksi Pencegahan Korupsi 2019-2020 yang berfokus tiga hal, yaitu perizinan dan tata niaga, penegakkan hukum dan reformasi birokrasi, serta keuangan negara. Dalam menjalankan strategi tersebut, KPK memerlukan aturan yang lebih komprehensif. "Masih ada kendala di legislasi karena suap swasta belum masuk," katanya.
Sedangkan mantan Kepala Kamar Pidana Mahkamah Agung Artidjo Alkostar mengaku belum melihat komitmen politik dalam pemberantasan korupsi pada dua calon presiden yang maju di pemilihan presiden 2019. Hal ini terkait strategi pembenahan budaya hukum yang dianggapnya masih lemah. "Kok belum ada fokus untuk itu Saya belum temukan dua calon yang menonjol dalam korupsi," kata Artidjo.