Target Presiden Jokowi: Tingkat Pungli Nol Persen

ANTARAFOTO | Zabur Karuru
Presiden Joko Widodo menyerahkan sertifikat tanah kepada warga di Surbaya, Jawa Timur, 6 September 2018.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
14/3/2019, 06.00 WIB

Presiden Joko Widodo mengapresiasi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) yang meningkat dari skor 34 di 2014 menjadi 38 pada akhir tahun lalu. Namun, Jokowi menyayangkan masih adanya pungutan liar (pungli) di bidang layanan kesehatan dan pencatatan sipil.

Berdasarkan riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW), pungli di bidang layanan kesehatan turun dari 14 % menjadi 5 % selama periode tersebut. Pungli di bidang pencatatan sipil pun menurun dari 31 % menjadi 17 %.

Jokowi, demikian dia biasa disapa, menghargai kerja keras semua pihak yang turut serta dalam menurunkan pungli ini. “Namun angka itu masih besar. Kami ingin turun menjadi nol persen,” kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (13/3).

(Baca: Tudingan Kebocoran Anggaran, Jokowi Tantang Prabowo Laporkan ke KPK)

Untuk itu, Jokowi meminta jajarannya bekerja lebih giat dan cepat dalam menurunkan tingkat korupsi. Dia juga meminta agar Strategi Nasional Pencegahan Korupsi dapat dijalankan dengan baik. Program tersebut mengandung semangat untuk membuat Indonesia bebas korupsi. 

Strategi Nasional Pencegahan Korupsi mengandung tiga fokus utama yakni perbaikan perizinan dan tata niaga, perbaikan keuangan negara dan penegakan hukum, serta reformasi birokrasi. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, perbaikan perizinan dan tata niaga semestinya menyelerasakan sistem perizinan terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS).

(Baca: KPK Sebut Ada Kementerian yang Belum Integrasikan Perizinan dalam OSS)

Menurut Agus, masih ada instansi yang perizinannya belum terhubung dengan OSS, seperti di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral  (ESDM) dan Kementerian Kesehatan. "Kami harapkan yang nanti tergabung dalam OSS bukan hanya pemerintah daerah, juga kementerian di pusat," kata dia.

Selain itu, ia meminta agar e-budgeting, e-planning, dan e-procurement setiap kementerian dan lembaga diintegrasikan. Agus juga meminta agar sistem penegakan hukum di Indonesia dibuat terpadu. Menurutnya, polisi, jaksa, hingga pengadilan saat ini sudah memiliki sistem informasi yang baik. Hanya saja, sistem informasi tersebut belum terintegrasi dengan baik. 

(Baca: KPK Minta Pemerintah Tak Tambah Kementerian Baru)

Terkait reformasi birokrasi, Agus meminta agar pemerintah tidak lagi menambah K/L baru. Hal ini dilakukan untuk menghindari tumpang tindih dalam birokrasi di Indonesia.