Tekan Impor, Pemerintah Dorong Percepatan Pembangunan Jaringan Gas

Arief Kamaludin | Katadata
12/2/2019, 09.44 WIB

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan akan mendorong percepatan pembangunan Jaringan Gas (jargas) dalam negeri. Percepatan pembangunan infrastruktur ini sangat diperlukan agar Indonesia bisa mengurangi ketergantungan impor minyak dan gas bumi yang tinggi saat ini.

"Jargas kami dorong, agar masyarakat jauh lebih hemat ketimbang menggunakan LPG. Selain impor, harga LPG juga lebih mahal," kata Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar saat ditemui di Gedung DPR. (11/2)

Menteri ESDM Ignasius Jonan juga mengatakan hal yang sama. Saat ini impor LPG (liquefied petroleum gas) atau gas dari minyak bumi yang dicairkan sangat besar, mencapai 4,5-4,7 juta ton. Padahal, potensi gas Indonesia melimpah, masih sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Masalah infrastruktur yang minim, membuat sulitnya distribusi gas tersebut.

Tahun ini pemerintah berencana membangun jaringan gas untuk 78.216 sambungan rumah (SR) yang tersebar di 18 titik lokasi di seluruh Indonesia. Selain itu, pemerintah juga menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pertamina (Persero) dan anak usahanya membangun jaringan gas ini. Targetnya, pada 2025 sudah ada 4,7 juta SR jaringan gas, dari tahun lalu yang baru mencapai 463.619 SR.

(Baca: Target Pembangunan Jargas Tahun 2018 Meningkat 56%)

 

Selama ini pemerintah pun masih harus memberikan subsidi untuk sebagian LPG untuk kebutuhan masyarakat. Jonan juga menanggapi terkait distribusi LPG 3 kilogram (kg) yang menghadapi berbagai masalah, mulai dari oplosan sampai harga yang berbeda-beda.

"Yang saya tahu Pertamina sudah menjalin kerja sama dengan Polri dan Kabareskrim. Penertiban dua hal, satu penjualan BBM secara ilegal dan kedua mengenai penertiban LPG, ujar Jonan pada kesempatan yang sama.  

Sementara itu Direktur Perencanaan dan Pembangunan Infrastruktur Migas Kementerian ESDM Alimuddin Baso mengatakan pembangunan jaringan gas belum bisa dilakukan di seluruh wilayah Tanah Air. Pembangunannya didasarkan pada ketersediaan sumber gas di suatu wilayah.

Pembangunan jargas tidak ada batasan penggunaan untuk rumah tangga. "Tidak ada kuota, tapi kalau untuk keluarga miskin sekitar 10 meter kubik. Kalau sudah masuk 15 meter kubik, berarti dia punya usaha," ujarnya.

 
Reporter: Verda Nano Setiawan