Ratusan Musisi Kritik 19 Pasal dalam Rancangan UU Musik

Donang Wahyu|KATADATA
Penyanyi Eva Celia tampil memukau dengan membawakan lagu-lagu ciptaan ayahnya Indra Lesmana dan juga lagu-lagu ciptaannya dalam Mandiri Senggigi Sunset Jazz Festival 2018.
Penulis: Dini Hariyanti
4/2/2019, 11.21 WIB

Selain mengenai uji kompetensi, koalisi penolak RUU Permusikan juga mempersoalkan Pasal 10 yang mengatur distribusi karya musik secara langsung maupun tidak langsung. Pihak yang disebut sebagai distributor adalah label rekaman, penyedia jasa distribusi produk musik fisik, maupun penyedia konten musik dalam bentuk digital.

"Tidak memberikan ruang kepada musisi untuk mendistribusikan sendiri karyanya. Ini berpotensi memarjinalkan musisi terutama mereka yang independen. Ini curang," ujar Jason Ranti. (Baca juga: SDM Terkait Empat Subsektor Kreatif Ini Mulai Disertifikasi

Beberapa pasal lain yang kalimatnya tidak jelas alias rentan menimbulkan penafsiran berbeda adalah Pasal 11 dan 15. Keduanya hanya memuat informasi umum tentang cara distribusi karya musik serta konsumsinya oleh khalayak.

Pemusik Endah Widiastuti dari Endah N Rhesa berpendapat, referensi pembuatan draf RUU Permusikan tidak sejalan dengan proses kreatif para musisi independen serta karakter bisnis di bidang ini.

Rancangan undang-undang tersebut masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2019. Anggota Komisi X DPR RI Anang Hermansyah merespon positif berbagai kritik yang muncul. “Ini berarti ada kepedulian dari stakeholder atas keberadaan RUU ini," ujarnya.

(Baca juga: Pencatat Data Musik Berteknologi Blockchain Beroperasi Mulai 2020

Anang menjelaskan, RUU Permusikan diusulkan Baleg DPR RI melalui Badan Keahlian Dewan (BKD). BKD sebelumnya meminta pendapat sejumlah pemangku kepentingan terkait materi dalam draf peraturan ini. "Tentu tidak semua pihak diminta pendapat. Maklum saja, ini baru rancangan," ujarnya.

Berkomentar terkait salah satu pasal yang diperdebatkan, uji kompetensi dan sertifikasi, Anang mengutarakan bahwa ketentuan ini bertujuan agar profesi di bidang musik mendapatkan perlindungan negara.

(Baca juga: Teknologi Digital Berkontribusi terhadap Pertumbuhan Industri Hiburan)

Persoalan sertifikasi menjadi kebutuhan merujuk kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). Standar ini hasil ratifkasi Regional Model Competency Standard (RMCS) dari International Labour Organization.

"Memang tampak absurd mengukur karya seniman dan musisi melalui uji kompetensi dan sertifikasi. Namun, globalisasi dan perdagangan bebas menuntut ini. Tapi semua harus kita diskusikan lebih detail kembali," kata Anang.

Halaman: