Maraknya peredaran kabar bohong (hoaks) menjelang pelaksanaan Pemilu 2019 dinilai bertujuan untuk membuat pemerintah terlihat bersalah di mata publik. Masyarakat diimbau tidak mudah percaya atau terpengaruh oleh kabar-kabar bohong tersebut.
Calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, hoaks semakin merajalela. Ia mencontohkan beredarnya isu tujuh kontainer surat suara yang tercoblos di Tanjung Priok, selang cuci darah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang disebut digunakan oleh 40 pasien hingga kasus hoaks penganiayaan yang menimpa Ratna Sarumpaet.
Ketika itu, Ratna mengaku mukanya babak belur akibat dianiaya orang tak dikenal di Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Kabar tersebut dipersoalkan oleh kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Bahkan, Prabowo sempat menggelar konferensi pers untuk membahas kasus Ratna. "(Mereka) menuduh-nuduh kami," kata Jokowi ketika menghadiri acara deklarasi dukungan dari Koalisi Alumni Diponegoro, di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (3/2).
(Baca: Banyak Mahasiswa di Jakarta, Banten, dan Jabar Tak Bisa Bedakan Hoaks)
Ketika kasus ini diusut oleh Kepolisian, Ratna akhirnya mengakui bahwa penganiayaan terhadap dirinya hanya bualan belaka. Lebam yang ada di mukanya merupakan hasil operasi penyedotan lemak di pipi kiri dan kanan di Rumah Sakit Bedah Bina Estetika di Menteng, Jakarta. Jokowi memuji sikap Ratna yang jujur mengakui kebohongannya itu. "Saya acungi jempol pada Mbak Ratna Sarumpaet, ngomong apa adanya," kata dia.
Jokowi justru merasa yang salah dalam kasus hoaks itu adalah para penyebar isunya. Ia mengatakan, penyebaran hoaks itu sebenarnya bertujuan membuatnya bersalah di mata publik. "Menuduh kriminalisasi saja sebetulnya arahnya," kata Jokowi. Meski demikian, ia yakin masyarakat sudah cerdas. Alhasil, masyarakat tak akan mudah terpengaruh kabar hoaks tersebut.
Ratna sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyebaran hoaks penganiayaan dirinya di Bandung, Jawa Barat pada 21 September 2018. Atas perbuatannya, polisi menjerat Ratna dengan pasal berlapis.
Pertama, dia dijerat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Pidana Hukum. Kedua, Ratna dituding melanggar Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Atas perbuatannya, Ratna terancam penjara 10 tahun. Berkas perkara Ratna sudah dinyatakan lengkap oleh polisi. Alhasil, dia akan segera menjalani sidang.
(Baca: Saling Serang Isu Hukum, Jokowi Sindir Hoaks Ratna Sarumpaet)