Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menerima sebanyak 564 pengaduan sepanjang tahun 2018. Hasilnya,  jasa keuangan menjadi sektor dengan jumlah aduan konsumen terbanyak dengan total 234 kasus.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyatakan layanan jasa keuangan menempati jumlah aduan terbanyak sepanjang tahun lalu seiring dengan pertumbuhan keuangan digital. "Pemerintah jangan mendewakan ekonomi digital tetapi perlindungan konsumen masih minim," kata Tulus di Jakarta, Jumat (25/1).

Secara rinci YLKI mencatat, dari jumlah aduan konsumen tentang jasa keuangan, aduan mengenai masalah perbankan mencapai 103 kasus, pinjaman online 81 kasus, asuransi 21 kasus, leasing 21 kasus, serta uang elektronik 8 kasus.

(Baca: LBH Catat 14 Dugaan Pelanggaran Fintech, Termasuk yang Legal)

Pinjaman online menjadi kasus baru yang tercatat pada 2018. Jenis layanan ini banyak diadukan konsumen terutama terkait cara penagihan dengan jumlah aduan 26 kali, pengalihan kontak 23 kali, suku bunga tinggi 23 kali, serta 9 kali yang lain.  Sedangkan perusahaan pinjaman online yang paling banyak mendapatkan aduan adalah Rupiah Plus. dengan jumlah aduan hingga 13 kali.

 "Padahal perusahaan itu merupakan financial technology (fintech) legal dan terdaftar di OJK (Otoritas Jasa Keuangan), tetapi masih banyak mendapatkan laporan," ujarnya.

Dia pun meminta OJK segera memperketat pengawasan terhadap aktivitas pelaku pinjaman online. Dia juga mendorong pemerintah untuk mengesahkan Undang-Undang tentang perlindungan data pribadi karena sudah banyak aduan masyarakat tentang hal ini.

Aduan Belanja Online

Masih mengenai aduan di sektor digital, YLKI juga mencatat jumlah aduan di sektor belanja online juga menjadi kerap dilaporan konsumen dengan total sebanyak 40 kasus. Pengaduan itu umumnya terkait dengan barang pesanan tidak diterima 19 kasus, barang tidak sesuai aplikasi 7 kasus, transaksi tidak valid 3, pembajakan akun kasus, serta pembatalan sepihak 2 kasus. Sedangkan 2 kasus lainnya merupakan masalah transportasi online.

Sementara perusahaan yang mendapatkan aduan terbanyak pada masalh belanja online adalah Gramedia perihal keterlambatan pengiriman atau pesanan yang tidak sampai ke pembeli, dibuntuti Lazada, Bukalapak, Tokopedia, Akulaku, JD.id menjadi kasus yang paling banyak konsumen laporkan. Pelaporan kasus umumnya terjadi pada periode tertentu, dimana transaksi belanja online meningkat.

"Biasanya karena Harbolnas aduan semakin meningkat," kata Tulus.

Karenanya, dia menegaskan pemerintah diminta segera menyelesaikan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang perdagangan elektronik sebagai bentuk perlindungan terhadap konsumen. 

(Baca: OJK Minta LBH Jakarta Serahkan Data Korban Aplikasi Fintech Lending)

Selain jasa keuangan dan belanja online, aduan lain yang juga cukup banyak dilaporka konsumen adalah  mengenai perumahan 98 kasus, listrik 27 kasus, serta telekomunikasi 63 kasus. Kasus umroh dan haji juga menjadi laporan konsumen yang konsisten.

Namun secara keseluruhan, jika dibandingkan dengan lima tahun terakhir, tingkat  pelaporan dan aduan masyarakat terus menunjukan penurunan. Pada 2014, YLKI mencatat terdapat ada 1192 laporan, kemudian pada 2015 jumlahnya turun menjadi sebanyak 1030 laporan dan 2016 sebesar 781 laporan. Sementara itu, pada 2017 jumlah aduan kembali menurun menjadi 642  dan terakhir turun lagi menjadi 564 pengaduan di 2018.

Tulus menjelaskan, jumlah aduan relatif menurun karena peranan media sosial serta meningkatknya mitra pengaduan konsumen di daerah. Selain itu, konsumen memiliki tempat beragam untuk menyampaikan keluhannya, misalnya melalui  Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) atau divisi layanan pengaduan konsumen dari tiap perusahaan.

Reporter: Michael Reily