Potensi Besar dari Terbukanya Bisnis Gedung Seni untuk Investor Asing

ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Jefri Tarigan
Menteri BUMN Republik Indonesia Rini Soemarno (kiri) bersama Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf (kanan) memakai topeng yang diukir oleh seniman Bali usai meresmikan Paviliun Indonesia pada rangkaian Pertemuan Tahunan IMF - World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali, Selasa (9/10). Paviliun Indonesia memamerkan kebudayaan Indonesia kepada seluruh peserta Pertemuan Tahunan IMF-World Bank Group 2018 mulai dari pameran Seni & kerajinan, pameran infrastruktur dan stan pariwisata Indonesia.
Penulis: Dini Hariyanti
22/11/2018, 18.00 WIB

Galeri dan gedung pertunjukan seni termasuk dalam bidang usaha yang dikeluarkan dari Daftar Negatif Investasi (DNI). Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menyatakan, semakin terbukanya dua sektor bisnis ini terhadap investasi asing bukan tanpa risiko.

Direktur Riset dan Pengembangan Bekraf Wawan Rusiawan mengatakan bahwa setiap kebijakan yang diputuskan pemerintah memiliki sisi manfaat dan risiko. Keputusan mengeluarkan galeri dan gedung seni dari DNI juga dapat dilihat dari dua sudut pandang ini.

"Terkait dengan bidang usaha galeri dan gedung seni tentu saja bisa dilihat dari dua sisi. Sisi risiko tentu saja, manakala fasilitas seni ini bisnisnya berkembang maka keuntungannya akan dinikmati (investor) asing," ucapnya kepada Katadata.co.id, Kamis (22/11).

(Baca juga: Kolaborasi, Strategi Dongkrak Kinerja Industri Kreatif

Wawan membenarkan bahwa selepas dua bidang usaha terkait bisnis kreatif itu keluar dari DNI, besar kemungkinan bakal lebih banyak ditanami modal asing. Pada dasarnya, tujuan pemerintah memang hendak memperbanyak pembangunan galeri dan gedung seni.

Semakin banyak galeri dan gedung pertunjukan seni akan memberi kesempatan bagi para seniman untuk menunjukkan lebih banyak karyanya kepada publik. Fasilitas semacam ini sekarang relatif minim, dua yang tersohor di ibukota ialah Galeri Nasional dan Gedung Kesenian Jakarta.

"Nilai investasinya relatif, tergantung seberapa megah dan kapaasitasnya. Bisa saja (keluar dari DNI) itu yang diharapkan pemerintah adalah adanya pembangunan gedung seni, seperti Opera House di Sydney yang pasti lebih dari Rp 10 miliar," tutur Wawan.

(Baca juga: Dua Bidang Usaha Ekonomi Kreatif Makin Terbuka untuk Investor Asing

Bidang usaha galeri dan gedung pertunjukan seni terkait dengan salah satu subsektor di bidang ekonomi kreatif, yaitu seni rupa dan seni pertunjukan. Per 2016, terdapat sekitar 17.000 usaha di subsektor seni rupa, sedangkan yang bergerak di subsektor seni pertunjukkan berkisar 19.700 usaha.

Wakil Kepala Bekraf Ricky Joseph Pesik sempat mengatakan bahwa penting bagi pemerintah untuk mencermati perkembangan bisnis pada masing-masing subsektor ekonomi kreatif. Hal ini dapat mempermudah pemerintah pengambilan kebijakan.

"Indikator utama perkembangan ekonomi kreatif adalah kontribusi terhadap PDB, penyerapan tenaga kerja, dan kontribusi terhadap ekspor. Kami berupaya program kami dapat mengakselerasi tiga aspek ini," ucapnya.

Ekonomi kreatif dinilai potensial untuk menggerakkan roda perekonomian domestik pada tahun-tahun mendatang. Bidang ini merupakan perwujudan nilai tambah kekayaan intelektual dari kreativitas manusia. Gagasan kreatif yang muncul dapat berbasis ilmu pengetahuan, warisan budaya, maupun teknologi.

Berdasarkan data yang dihimpun Bekraf bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui, pada 2016 kontribusi ekraf terhadap perekonomian nasional sebesar 7,44%. Nilai PDB ekraf sepanjang tahun tersebut Rp 922,59 triliun.