Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya akan meloloskan bakal calon anggota legislatif dari mantan narapidana kasus korupsi. Status para eks koruptor berubah dari tidak memenuhi syarat (TMS) menjadi memenuhi syarat (MS).
Kebijakan tersebut diambil setelah kemarin malam lembaga penyelenggara pemilu itu menerima salinan putusan Mahkamah Agung yang mengabulkan uji materi atas aturan KPU. “Prinsipnya, kami akan melaksanakan putusan Mahkamah,” kata Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Posko Cemara, Jakarta, Selasa (18/9).
(Baca: Mahkamah Agung Kabulkan Uji Materi, Eks Koruptor Boleh Jadi Caleg).
Seperti diberitakan sebelumnya, KPU mengeluarkan Peraturan Nomor 20 Tahun 2018 yang melarang mantan narapidana korupsi menjadi calon legislatif dalam pemilihan legislatif 2019. Atas regulasi tersebut, setidaknya ada tiga belas pihak mengajukan gugatan ke Mahkamah untuk mencabutnya.
Menurut Mahkamah, ketigabelas perkara tersebut masuk dari 7 Mei 2018 hingga 7 Agustus 2018. Di antara para penggugat ada mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh dan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Wa Ode Nurhayati. Bahkan, Wa Ode sampai dua kali mengajukan uji meteri pada 10 Juli dan 6 Agustus.
Situasi makin pelik setelah Panitia Pengawas Pemilu di beberapa daerah meloloskan bakal calon yang diketahui pernah menjadi narapidana korupsi. Bahkan, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pun merestuinya karena menganggap PKPU No 20 Tahun 2018 bertentangan dengan Undang-Undang Pemilu Tahun 2017.
(Baca juga: Bawaslu Optimistis MA Segera Putuskan Uji Materi Caleg Koruptor)
Menurut Wahyu Setiawan, Mahkamah mengabulkan secara substansial terkait diperbolehkannya mantan narapidana korupsi menjadi caleg. Lantaran hal tersebut, 38 bakal caleg eks koruptor yang sempat masuk proses sengketa dengan Bawaslu bisa melenggang masuk bursa calon anggota legislatif pada pemilu tahun depan. Padahal, “Sejak awal kami menunda putusan Bawaslu karena menunggu proses di Mahkamah,” kata Wahyu.
KPU sendiri akan mengidentifikasi kembali para eks koruptor yang telah mendaftarkan diri sebagai caleg. Seiring hal tersebut, Komisi segera merevisi PKPU Nomor 20 Tahun 2018. Wujudnya dapat berupa PKPU kembali, surat edaran, atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Ada pun waktu revisi disesuaikan dengan masa penetapan Daftar Calon Tetap (DCT).
Rencananya, KPU menetapkan DCT pada 20 September 2018. “Tentang sebelum atau setelahnya (penetapan DCT), kami sesuaikan waktunya,” kata Wahyu. (Baca juga: Alasan 15 Partai Politik Daftarkan Caleg di Hari Terakhir).
Sebelumnya, juru bicara Mahkamah Suhadi mengatakan majelis hakim mengabulkan permohonan uji materi karena menilai PKPU tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Sebab, ada klausul dalam aturan KPU yang mensyaratkan bakal calon anggota legislatif tak boleh berasal dari mantan narapidana kasus korupsi.
Sementara, klausul serupa tidak tertera dalam Undang-Undang Pemilu. “Ya dikabulkan karena PKPU ini bertentangan dengan UU Pemilu,” kata Suhadi ketika dihubungi Katadata.co.id, Jumat (14/9) malam.
Dengan dikabulkannya uji materi, Suhadi menilai aturan KPU tadi tidak berlaku. Para mantan narapidana korupsi yang telah diloloskan oleh Panwaslu dan direstui Bawaslu menjadi bakal calon legislatif pun bisa berlanjut, baik untuk tingkat DPR, DPRD Provinsi, maupun DPRD Kabupaten/Kota.