Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018 tentang mandatori biodiesel untuk sektor Public Service Obligation (PSO) dan non-PSO. Aturan yang diteken pada 15 Agustus 2018 tersebut sekaligus merevisi Perpres Nomor 61 Tahun 2015 tentang penghimpunan dan penggunaan dana perkebunan kelapa sawit.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan perluasan mandatori biodiesel 20% (B20) bertujuuan untuk mengendalikan permintaan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) secara global. “Mulai 1 September 2018 nanti akan berlaku,” kata Darmin di Jakarta, Senin (20/8).
Dalam revisi aturan yang baru, perluasan penggunaan B20 secara jelas tercantum dalam penyisipan ayat (1a) dan (1b) dalam pasal 18. Kedua ayat itu mengatur pembiayaan B20 untuk perluasan kepada sektor non-PSO yang awalnya hanya ditujukan kepada PSO.
Ayat (1a) tercantum bahwa harga indeks pasar bahan bakar minyak jenis minyak solar dan harga indeks pasar bahan bakar nabati jenis biodiesel. Penggunaan dana BPDP akan menutup selisih kurang antara kedua harga indeks. Sementara itu, ayat (1b) menyatakan, “Selisih kurang berlaku untuk semua jenis bahan bakar minyak jenis minyak solar.”
Darmin menjelaskan sektor PSO dari yang sebelumnya mencakup sektor transportasi, dalam perpres yang baru penggunaannya akan mulai efektif diperluas ke sektor non subsidi, seperti seperti sektor perkeretaapian dan pertambangan.
Dia menyebut produktivitas CPO masih yang tertinggi dibandingkan minyak nabati lainnya seperti minyak bunga matahari, minyak kacang kedelai, hingga minyak rapeseed. Sehingga, jika permintaan global berkurang, maka akan sangat mempengaruhi penurunan harga CPO.
(Baca : Jokowi: Penerapan Biodiesel 20% Bisa Kerek Harga Sawit US$ 100 Per Ton)
Menurutnya, di Indonesia saatini ada lebih dari 4 juta hektare perkebunan kelapa sawit milik petani rakyat. Sehingga, apabila permintaan dunia berkurang atau ekspor sawit Indonesia terkendala hambatan dagang, maka dampaknya akan dirasakan langsung oleh para petani sawit.
“Amerika Serikat dan Uni Eropa melakukan hambatan, bahkan India juga mengenakan bea masuk yang tinggi,” ujarnya.
Karenanya, pemerintah terus berupaya mendorong peningkatan penyerapan sawit, baik melalui perluasan mandatori B20 maupun dengan mengoptimalkan penetrasi pasar ekspor CPO ke pasar tradisional dan non-tradisional seperti ke Asia Selatan, Afrika, dan Timur Tengah.
Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) Kelapa Sawit mengatakan perluasan mandatori B20 bertujuan untuk mendorong penggunaan energi terbarukan sekaligus menghemat cadangan devisa. Untuk mendorong produksi biodiesel, pihaknya telah menyiapkan dana insentif.
Direktur Utama BPDPKS Dono Boestami mengungkapkan, sepanjang semester I tahun 2018, pihaknya telah memberikan insentif atas penyaluran 1,1 juta kilo liter biodiesel. Namun, distribusi itu masih hanya untuk sektor PSO.
Dono berharap program mandatori B20 bisa menjadi solusi untuk mengatasi kelebihan pasokan sawit seiring dengan menurunnya ekspor CPO akibat tensi pasar global yang sedang memanas.
Pada Mei 2018 produksi CPO tercatat 4,24 juta ton, naik 14% dibandingkan April yang hanya 3,72 juta ton. (Baca juga : Jokowi Incar Penghematan Devisa Rp 300 Miliar Per Hari dari Biodiesel)
Dia menjelaskan, kelebihan pasokan CPO bisa diserap industri biodiesel karena utilisasi produksinya baru mencapai 30% atau setara 3,5 juta kiloliter per tahun dari total kapasitas terpasang. “Ini menunjukkan serapan produksi biodiesel domestik sangat mungkin untuk ditingkatkan,” kata Dono.
Karenanya, dia menyebut ada dua manfaat yang bisa diperoleh dari program mandatori biodiesel. Pertama, mendukung kebijakan energi baru dan terbarukan melalui bauran energi Indonesia yang akan mendorong ketahanan energi nasional. Kedua, terciptanya stabilisasi harga CPO melalui pengendalian permintaan dan penawaran sawit dan produk turunannya.
(Baca: Biodiesel dan Pariwisata Jadi Andalan Lawan Defisit Transaksi Berjalan)
Ketua Umum Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Master Parulian Tumanggor mengungkapkan kapasitas produksi terpasang pabrik biodiesel saat ini mencapai 14 juta kiloliter. Aprobi menyatakan siap memenuhi penyerapan biodiesel sebear 5 juta hingga 6 juta kiloliter per tahun.
Meski begitu, menurutnya, Aprobi masih menunggu alokasi distribusi dalam bentuk Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Sementara program mandatori B20 sudah mulai awal bulan depan. “Sebelum 1 minggu harus sudah keluar, sekarang sepertinya masih disiapkan,” ujar Tumanggor.