KPK Bidik Perusahaan Milik Sjamsul Nursalim di Kasus BLBI

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Tersangka kasus korupsi BLBI Syafruddin Arsjad Temenggung (tengah) mengenakan rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan, di gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/12/2017).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
20/4/2018, 12.45 WIB

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengatakan pihaknya bakal memidanakan korporasi yang terlibat dalam perkara korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) terhadap obligor penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sjamsul Nursalim.

Pemidanaan korporasi tersebut akan dilakukan sejalan dengan pengusutan perkara tersebut yang kini telah menjerat mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

Berkas perkara Syafruddin sendiri saat ini telah dilimpahkan ke penuntut umum atau tahap dua dan dalam waktu dekat akan disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Insya Allah. Ya nanti kita ikutilah pelakunya siapa," kata Agus di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Kamis (19/4).

(Baca juga: Usai Boediono, KPK Periksa Dorodjatun di Kasus BLBI Sjamsul Nursalim)

Meski menyatakan bakal menjerat korporasi, Agus enggan membeberkan nama perusahaan yang diduga terlibat dalam perkara tersebut.

Adapun, juru bicara KPK Febri Diansyah menyebutkan jika ada keterkaitan antara PT Gajah Tunggal, salah satu unit usaha yang dimiliki Sjamsul dengan perkara yang merugikan negara sebesar RP 4,58 triliun ini.

Karenanya, dalam perkara ini KPK telah memeriksa sejumlah jajaran Gajah Tunggal. "Kami pandang masih ada keterkaitan satu dengan yang lain," kata Febri di Jakarta, Rabu (18/4).

Meski pengusutan perkara tersebut terus berlangsung, Agus mengatakan tak akan menyelidiki penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002 tentang Pemberian Jaminan Kepastian Hukum atau Tindakan Hukum kepada Debitor yang Tidak Menyelesaikan Kewajibannya Berdasarkan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham.

Padahal, SKL BLBI diterbitkan berdasarkan diterbitkannya Inpres ketika Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden RI saat itu.Berdasarkan Inpres tersebut, debitor BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang, meski baru melunasi 30% dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70% dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.

"Kami kan tak selalu di dalam banyak kesempatan menyorot policy, tapi kami menyoroti pelaksanaan," kata Agus.

(Baca juga: KPK Tahan Mantan Kepala BPPN Terkait Dugaan Korupsi BLBI)

Syafruddin diduga mengusulkan pemberian SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004 sebesar Rp 4,8 triliun. Nilai tersebut berupa Rp 1,1 triliun ditagihkan ke petani tambak, sedangkan Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturasi.

"Dari nilai Rp 1,1 triliun itu kemudian dilelang oleh PPA dan didapatkan Rp 220 miliar. Sisanya Rp 4,58 triliun menjadi kerugian negara," kata Febri.

KPK telah menjadikan tiga perusahaan sebagai tersangka korporasi, yakni BUMN PT Nindya Karya, PT Tuah Sejati (TS) dan PT Duta Graha Indonesia (DGI).

Nindya Karya dan Tuah Sejari diduga terlibat dalam korupsi proyek pembangunan dermaga bongkar muat pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang senilai Rp 793 miliar. Kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 313 miliar.

Sementara itu PT DGI diduga melakukan korupsi proyek pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana dengan nilai proyek Rp 138 miliar. Sementara kerugian negara mencapai Rp 25 miliar.