Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono mengkritik anggaran Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) pemerintah provinsi DKI Jakarta. Anggaran TGUPP mencapai Rp 28 miliar pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) DKI Jakarta 2018 yang diajukan Gubernur dan Wakil Gubernur Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Anggaran TGUPP tercatat dalam draft anggaran sebesar Rp 2,3 miliar. Namun, setelah melalui pembahasan antara Anies-Sandi dengan badan anggaran DPRD DKI Jakarta pada Senin (20/11), TGUPP melonjak menjadi Rp 28 miliar.
"Ini kenaikan yang sangat fantastis," kata Gembong dihubungi Katadata, Selasa (21/11). (Baca: Anies-Sandi Bakal Manfaatkan Pulau Reklamasi Teluk Jakarta)
Berdasarkan situs apbd.jakarta.go.id, anggaran TGUPP sebagian besar untuk membayar honorarium ketua dan anggota TGUPP yang mencapai Rp 26,379 miliar.
Rinciannya, honorarium untuk 14 ketua TGUPP yang masing-masing mendapat Rp 27,9 juta per bulan. Pembayaran untuk 13 bulan ke depan menjadi Rp 5,077 miliar.
Selain ketua, TGPUP merekrut 60 anggota tim yang masing-masing mendapat honorarium Rp 24,93 juta per bulan. Pembayaran selama 13 bulan anggota tim ini menyedot dana Rp 19,445 miliar.
Gembong mengatakan, anggaran TGUPP itu sebenarnya dapat diisi oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk menekan biaya. "Sekarang terlihat diisi oleh non-PNS dengan kenaikan anggaran yang begitu besar, sementara kinerjanya masih menjadi tanda tanya," kata dia.
(Baca: Terancam Boikot, Traveloka Bantah Isu Walk Out di Kanisius)
TGUPP pertama kali dibentuk pada masa Gubernur Joko Widodo pada 2013. Peraturan Gubernur mengenai TGUPP disempurnakan di masa Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. Berdasarkan Pergub DKI Nomor 163 Tahun 2015, TGUPP bertugas melaksanakan tugas yang diberikan oleh Gubernur, Wakil Gubernur dan Sekretaris Daerah, serta melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada ketiganya.
Anggota TGUPP dapat terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau profesional/ahli. PNS yang dapat dianggkat minimal pernah menjabat jabatan struktural eselon II dan/atau pejabat eselon III yang berpotensi menduduki jabatan eselon II.
(Baca: Sebut Istilah Pribumi, Anies Baswedan Dianggap Bangkitkan Politik SARA)