Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyatakan tugasnya mengurus reklamasi Teluk Jakarta selesai dengan mengeluarkan surat pencabutan moratorium reklamasi Teluk Jakarta. Luhut mengatakan dirinya tak tahu menahu mengenai kasus dugaan tindak pidana korupsi Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Pulau C dan D yang tengah disidik kepolisian.
"Saya sudah selesai dengan tugas saya," kata Luhut di kantornya, Jakarta, Jumat (10/11).
Luhut menyatakan, dia tak tahu adanya masalah kejanggalan dalam NJOP Pulau C dan D sebesar Rp 3,1 juta. Penentuan NJOP berada di ranah pemerintahan provinsi DKI Jakarta. "Saya tidak menangani hal itu," kata Luhut.
(Baca: HGB Pulau Reklamasi Selesai Satu Hari, Sofyan Djalil: Kami Revisi)
Polda Metro Jaya tengah menyidik dugaan korupsi penentuan NJOP pulau reklamasi. Penentuan NJOP di masa kepemimpinan mantan Gubernur DKI Jakarta Djarot Syaiful. Kepolisian mengusut kasus setelah mendapatkan laporan dari masyarakat dan fakta di lapangan harga tanah Jakarta yang melampaui penetapan NJOP tersebut.
Polisi telah meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan setelah menemukan bukti permulaan yang cukup dan melakukan gelar perkara.
Setelah Kepala Badan Pajak menerbitkan surat keputusan NJOP senilai Rp 3,1 juta per meter persegi, pengembang Pulau D, PT Kapuk Naga Indah, langsung membayar bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) senilai Rp 483,5 miliar. Pada hari yang sama, Kantor Pertanahan Jakarta Utara menerbitkan sertifikat HGB Pulau D untuk anak perusahaan Agung Sedayu Group itu.
(Baca: KPK: BPN Terburu-buru Terbitkan Sertifikat Reklamasi Pulau C dan D)
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes (Pol) Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, dalam kasus ini polisi menggunakan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-undang Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kendati demikian, polisi masih belum menetapkan tersangka dalam kasus ini.
Polisi pun telah memeriksa sedikitnya 30 saksi berkaitan dengan kasus ini, di antaranya memeriksa tiga pegawai Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) sebagai saksi. Pemeriksaan untuk mengetahui mekanisme penghitungan NJOP.
Polisi juga melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan untuk menghitung kerugian negara akibat penerbitan NJOP Pulau C dan D. "Nanti BPK lebih tahu. Kami kan bukan BPK, perlu ada saksi ahli soal kerugian negara itu," kata Argo. (Baca: Anies-Sandi Bakal Manfaatkan Pulau Reklamasi Teluk Jakarta)