Polri Sidik Pimpinan KPK Terkait Surat Pencegahan Setnov ke LN

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak
Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah) bersama Wakil Ketua KPK Laode M Syarif (kedua kiri), Saut Situmorang (kiri), Basaria Panjaitan (kedua kanan) dan Alexander Marwata (kanan) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (12/9).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
9/11/2017, 12.19 WIB

Mabes Polri menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) dalam perkara yang menyangkut pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo dan Saut Situmorang. Penyidikan terhadap kedua pimpinan KPK terkait surat permintaan pencegahan terhadap Ketua DPR Setya Novanto untuk bepergian ke luar negeri.

Agus dan Saut dituding menyalahgunakan wewenang karena keduanya menandatangani surat permintaan pencegahan setelah pembatalan status tersangka Novanto melalui sidang praperadilan.

"SPDP ini adalah peningkatan status dari penyelidikan menjadi penyidikan," kata Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen (Pol) Setyo Wasisto di kantornya, Jakarta, Kamis (9/11).  (Baca: Beredar Surat KPK Berisi Pemberitahuan Penyidikan untuk Setnov)

Informasi atas penyidikan terhadap pimpinan KPK ini pertama kali diutarakan oleh pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi, saat berkunjung ke kantor Bareskrim Polri, Rabu kemarin. 

Salah satu anggota tim hukum Setnov, Sandy Kurniawan melaporkan kedua pimpinan KPK pada 9 Oktober 2017 dengan dugaan pelanggaran Pasal 263 dengan pasal 421 juncto Pasal 23.  "Di mana membuat surat keterangan seolah-olah benar, penyalahgunaan kekuasaan dan menjalankan tugas Tipikor," kata Fredrich kepada wartawan.

Setyo menuturkan, peningkatan status ini dilakukan setelah sejumlah pemeriksaan terhadap saksi. Penyidik sudah memeriksa ahli bahasa, ahli pidana, dan ahli hukum tata negara dalam kasus ini.

Setyo menuturkan, polisi menetapkan Pasal 263 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan/atau Pasal 421 KUHPidana dalam kasus tersebut. Namun, polisi masih belum menetapakan tersangka.

Setyo menuturkan, penyidik masih akan memeriksa sejumlah saksi lainnya terlebih dahulu. "Tentang status tersangka itu urusan nanti, masih panjang. Masih memerlukan waktu dan ada proses," kata Setyo.

(Baca: Setya Novanto Terus Kejar Para Penyebar Meme Satir)

SPDP terhadap terlapor Saut dan Agus diterbitkan pada 7 November 2017. Surat yang ditandatangani Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Herry Rudolf Nahak itu ditujukan kepada Jaksa Agung dengan tembusan kepada Kabareskrim Polri dan Karowassidik Bareskrim Polri. 

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengaku masih akan menunggu informasi yang lebih jelas terkait penerbitan SPDP. Pasalnya, kata Febri, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian belum mengetahui penerbitan SPDP tersebut.

"Jadi ada baiknya KPK menunggu informasi lebih komprehensif," kata Febri.  (Baca: KPK Akan Gunakan Putusan MK Lawan Hasil Praperadilan Setnov)

Selama menunggu informasi tersebut, KPK akan tetap fokus menangani kasus korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Hari ini, kata Febri, pemeriksaan terhadap saksi-saksi direncanakan masih akan dilakukan.

"Baik untuk tersangka ASS (Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo) ataupun penyidikan baru yang sedang kami lakukan," kata Febri.

Sebelumnya beredar Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan atas nama Setya Novanto dalam kasus korupsi e-KTP. Dalam surat yang beredar di kalangan wartawan itu disebutkan bahwa KPK memulai penyidikan atas nama Setya Novanto per tanggal 31 Oktober 2017.

Dalam surat tersebut juga dinyatakan bahwa Setya Novanto diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 juncto Pasal 55 aya (1) ke-1 KUHPidana. Namun, hingga kini pimpinan KPK belum mau memberikat keterangan perihal kabar surat penyidikan terhadap Setnov.