Alami Defisit, BPJS Akan Ditambal Dana dari Cukai Rokok dan APBD

ANTARA FOTO/Rahmad
Petugas pemeriksa Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan (kanan) mewawancarai pekerja tenaga kesehatan saat monitoring kepatuhan pemberi kerja di Lhokseumawe, Aceh, Selasa (14/3). Kegiatan itu untuk memastikan perusahaan (pemberi kerja) menda
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
6/11/2017, 15.18 WIB

Pemerintah mempertimbangkan menggunakan dana dari cukai rokok dan menagih kontribusi pemerintah dalam untuk mengatasi defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Program Jaminan Kesehatan Nasional dan Kartu Indonesia Pintas (JKN KIS) BPJS berpotensi defisit mencapai Rp 9 triliun pada tahun ini.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bakal banyak pemerintah daerah yang mendaftarkan penduduknya dalam program BPJS Kesehatan. Namun, kontribusi pemda selama ini dinilai masih cukup minim. Karena itu pemerintah daerah akan diminta agar dalam APBD 2018 memasukkan komitmen mereka untuk membayar iuran BPJS Kesehatan.

"Hitungannya akan lihat dan lakukan bersama Mendagri," kata Sri di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (6/11). (Baca: Pemerintah Setop Suntikan Modal, BPJS Diminta Mandiri Atasi Defisit)

Selain itu, pemerintah akan menggunakan dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT) milik pemerintah daerah. Sri mengatakan, sebanyak 75% dari porsi anggaran prioritas untuk kesehatan dalam DBH CHT akan bisa diarahkan untuk membayar iuran BPJS Kesehatan.

Menurut Sri, dana bagi hasil cukai hasil tembakau diperkirakan dapat berkontribusi hingga Rp 5 triliun untuk BPJS Kesehatan. Peruntukkan tersebut dianggap sebagai kompensasi bagi perokok terhadap program kesehatan.

"Banyak sakit disebabkan merokok sehingga menjadi salah satu solusi yang dianggap logis sesuai penerimaan negara berasal dari barang hasil tembakau," kata Sri.

(Baca juga: BPJS Kesehatan Defisit, Menko Puan Minta Pemda Patungan)

Selain itu, BPJS Kesehatan juga akan menyuntikan dana tambahan untuk skema iuran peserta. Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan, dana tambahan tersebut bersumber dari pos belanja milik Kementerian Keuangan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perbahan (APBN-P) 2017 sebesar Rp 3,6 triliun.

Nantinya BPJS Kesehatan juga akan melakukan peninjauan beban pembiayaan untuk penyakit akibat kerja. Fachmi mengatakan, pembagian beban pembiayaan akan dihitung dari kasus-kasus yang menimbulkan moral hazard.

"Kami sudah lakukan perjanjian kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan untuk switch tagihan-tagihan penyakit akibat kerja," kata Fachmi.

BPJS Kesehatan juga akan melakukan efisiensi atas operasionalnya selama ini. Fachmi mengatakan, pihaknya akan meninjau kembali beberapa item yang indikasi mediknya terlalu besar.

"Audit medik untuk betul-betul menyatakan bahwa angka itu angka riil atau angka yang kemudian bukan indikasi medik yang seharusnya," kata Fachmi.

Menurut Fachmi, agar fungsi BPJS Kesehatan sebagai strategic purchaser dapat berjalan dengan baik diperlukan adanya revisi peraturan perundang-undangan. "Tapi dengan catatan tanpa mengurangi mutu pelayanan," kata Fachmi.

(Baca: Ombudsman Dorong Rumah Sakit Swasta Jadi Mitra BPJS)