Persoalkan Kisruh Senjata Impor, DPR Minta Penjelasan Pemerintah

ANTARA FOTO/Rahmad
Anggota Brimob saat simulasi penyergapan kelompok radikal bersenjata di lantai tiga gedung bekas Cunda Plaza di Lhokseumawe, Aceh, Kamis (13/4).
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
2/10/2017, 12.18 WIB

Ratusan senjata impor tertahan di Gudang Unex, kawasan kargo bandara udara Soekarno Hatta, Jakarta sejak Jumat (29/9) malam. Tertahannya senjata ini menimbulkan isu impor senjata oleh kepolisian dilakukan secara ilegal.

Anggota Komisi bidang hukum dan keamanan, Arsul Sani, menyatakan Polri, Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kementerian Pertahanan perlu menjelaskan ke DPR mengenai kisruh impor senjata.

“Jika jenis senjata yang dipersoalkan dipandang tidak tepat bagi satuan Polri maka perlu diputuskan melalui mekanisme rapat jajaran K/L di bawah Kemenkopolhukam,” kata Arsul Sani, anggota Komisi III dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kepada Katadata, Senin (2/10).

Arsul mengatakan Komisi III DPR telah menjadwalkan meminta keterangan Polri dalam rapat kerja pekan depan. Dia menyatakan, persoalan isu senjata tak bisa dibiarkan berlarut. 

Arsul menyatakan kisruh senjata impor ini akan memberikan dampak negatif kepada pemerintah. “Sebagai anggota partai koalisi pendukung pemerintahan, PPP ingin mengingatkan instansi terkait bahwa komunikasi publik yang tidak terkordinasi akan menambah citra negatif pemerintahan secara keseluruhan,” kata Arsul.

(Baca: Pemerintah Pinjam Rp 15,2 Triliun untuk Beli Senjata di 2018)

Ratusan senjata api dan amunisi tiba di Soekarno Hatta pada Jumat (29/9) sekitar pukul 23.30 WIB. Berdasarkan dokumen yang beredar, senjata dikirimkan dari pabrik senjata Arsenal di Bulgaria melalui PT Mustika Duta Mas atas permintaan Bendahara Pengeluaran Korps Brimob Polri Kesatriaan Amji Antak Kelapa Dua Cimanggis, Depok Indonesia.

Senjata yang diimpor jenis Stand Alone Grenade Launcher kaliber 40 milimeter sebanyak 280 pucuk dengan berat 2.212 kilogram. Selain itu amunisi sepeti Amunition Castior 40 milimeter dengan berat 2.829 kilogram. Senjata dan amunisi ini dibawa menggunakan pesawat charter model Antonov AN-12 TB dengan maskapai Ukraine Air Alliance UKL-4024.

Setelah informasi beredar di media sosial, Sabtu malam, Mabes Polri mengadakan konferensi pers. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto mengakui impor ratusan senjata dan ribuan amunisi.  "Senjata tersebut betul milik Polri. Itu barang yang sah," kata Irjen Setyo di Mabes Polri Jakarta, Sabtu malam.

Setyo mengungkapkan senjata yang diimpor harus melalui proses karantina. Senjata tersebut nantinya diproses oleh Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI. “Prosedurnya demikian, barang harus masuk Indonesia dikarantina, kemudian diproses Bais TNI," kata Setyo.

Menteri Koordinasi bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto meminta semua pihak tidak berspekulasi atas impor senjata tersebut.

Wiranto menjelaskan jika senjata tidak bisa diproduksi, maka impor senjata dimungkinkan sesuai dengan Undang-undang. "Tidak sederhana tapi nanti kami selesaikan. Saya jamin masalah internal ini terselesaikan dan tidak mengganggu keamanan nasional secara menyeluruh," kata Wiranto.

Isu senjata ilegal menjadi perhatian publik setelah Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyebut lima ribu senjata ilegal didatangkan oleh institusi nonmiliter ke Indonesia. Gatot menyampaikan hal itu di acara silaturahmi dengan purnawirawan jenderal dan perwira aktif TNI, pada Jumat, 22 September 2017.

Ketika itu pernyataan Gatot ini dibantah oleh Wiranto yang menyatakan 500 pucuk senjata dibeli BIN dari PT Pindad untuk keperluan sekolah intelijen. Polemik senjata ilegal kembali mencuat ke publik dengan senjata impor yang tertahan di Soekarno Hatta.

Pengamat pertahanan, Connie Rahakundini Bakrie, menyatakan pemberian izin masuk dan mendarat pesawat terbang yang membawa senjata memasuki ke wilayah Indonesia tidak bisa secara mendadak. Sehingga, senjata api yang tiba di Soekarno Hatta telah melalui proses legal karena mendapatkan izin dari Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, dan Markas Besar TNI.

"Maka jelas masuk barang itu legal dan telah melalui proses air clearance jadi sudah diketahui otoritas pemberi izin," kata Connie dikutip dari Antaranews.