Sinyal Harga BBM Tetap, Sri Mulyani Minta Pertamina Tutup Defisit

Arief Kamaludin|KATADATA
Petugas SPBU mengisikan bahan bakar jenis premium kepada kendaraan pelanggan di Jakarta.
Penulis: Desy Setyowati
20/6/2017, 09.22 WIB

Pemerintah mengungkapkan masih akan mengkaji kembali kemungkinan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) setelah Hari Raya Idul Fitri. Alasannya, harga minyak dunia memang sempat naik, tapi belakangan sudah kembali turun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan kenaikan harga minyak pada awal tahun membuat harga BBM yang ditetapkan pemerintah jauh di bawah harga keekonomiannya, terutama untuk jenis Solar dan Premium. Selisihnya bisa mencapai Rp 1.250 per liter.

Padahal pemerintah tidak mengalokasikan subsidi untuk Premium, sedangkan untuk Solar hanya Rp 500 per liter. Untuk sementara, beban dari selisih harga BBM dengan harga pasar ini akan ditanggung oleh PT Pertamina (Persero). (Baca: Pemerintah Tunggak Utang Subsidi Hingga Rp 40 Triliun ke Pertamina)

"Sampai hari ini harga minyak ada kecenderungan menurun mulai akhir Mei dan Juni. Maka perbedaan harga keekonomian dan yang ditetapkan APBN semakin mengecil," ujarnya saat acara Buka Puasa Bersama di Kantornya, Jakarta, Senin (19/6).

Langkah menyerahkan selisih harga BBM kepada Pertamina, lantaran perusahaan energi ini sudah lebih dulu menikmati keuntungan dari rendahnya harga pasar BBM dibandingkan harga yang ditetapkan pemerintah. Dia berharap perusahaan berpelat merah tersebut bisa memaksimalkan keuntungan yang sudah didapat, untuk menanggung beban sekarang. 

Saat ini, harga jual Solar subsidi sebesar Rp 5.150 per liter. Sedangkan harga Premium jenis penugasan untuk wilayah non-Jamali (Jawa-Madura-Bali) sebesar Rp 6.450 per liter. Adapun, harga jual minyak tanah Rp 2.500 per liter. (Baca: Pertamina Rugi Rp 9,2 Triliun Jual Premium dan Solar Sejak Awal 2017)

Meski begitu, Sri tidak mau menjelaskan secara rinci berapa beban harga BBM yang ditanggung Pertamina saat ini dan berapa keuntungan yang didapat sebelumnya. Pemerintah juga masih akan tetap mengacu pada anggaran subsidi energi dalam APBN 2017 sebesar Rp 77,3 triliun.

Menurutnya, pemerintah tak bisa lagi menambah subsidi energi lantaran defisit anggaran juga sudah diproyeksi akan naik. Awalnya pemerintah memperkirakan defisit anggaran hanya Rp 330,2 triliun atau 2,41 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), menjadi Rp 370 triliun hingga Rp 400 triliun atau sekitar 2,6 persen dari PDB.

Maka dari itu, pemerintah menyerahkan selisih harga dan subsidi energi untuk ditanggung oleh Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Jika Pertamina merasa kesulitan dan membutuhkan suntikan dana, maka pemerintah akan mempertimbangkannya dalam pembahasan APBN Perubahan 2017.

"Yang paling banyak bergerak adalah subsidi, maka kami perlu konfirmasi Pertamina, PLN, dan kemampuan dari sisi balance sheet-nya mereka sendiri," ujarnya.

(Baca: Pengusaha Dukung Harga BBM Naik Asal Daya Beli Masyarakat Terjaga)