Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyerang Suriah dengan puluhan peluru kendali, telah memantik kenaikan harga minyak dunia. Harga minyak pun menembus level US4 55 per barel di tengah tingginya permintaan dan ketidakpastian situasi Suriah.

Berdasarkan data Bloomberg, harga kontrak minyak mentah jenis Brent di bursa Nymex, Senin (10/4), mencapai US$ 55,81 per barel atau naik 1,03 persen dibandingkan penutupan perdagangan akhir pekan lalu. Bahkan, jika dihitung sejak Jumat pekan lalu saat AS menghujani Suriah dengan peluru kendalinya, harga minyak sudah naik 1,7 persen. Ini juga merupakan harga minyak tertinggi sejak awal Maret lalu.

Begitu pula dengan harga minyak mentah jenis WTI yang mencapai US$ 52,74 barel atau naik 0,96 persen pada Senin ini. Jika dihitung sejak Jumat pekan lalu, harganya sudah naik 2 persen. (Baca: Perang Perdana Trump, Amerika Luncurkan 50 Rudal ke Suriah)

Analis dari SEB, Bjarne Schieldrop, mengatakan situasi yang saat ini terjadi di Suriah dianggap sebagai penentu harga minyak di kemudian hari. "Terutama karena persediaan minyak saat ini terus menyusut, dan pasar sudah tidak dibanjiri surplus besar-besaran," katanya seperti dilansir Reuters, Senin (10/4).

Ia bahkan memprediksi harga Brent akan menembus US$ 57,50 pada kuartal kedua tahun ini. Kemungkinan, Schieldrop melanjutkan, harga bisa mencapai US$ 60 per barel selama periode tersebut.

Di sisi lain, ANZ menyatakan, kuatnya permintaan dan pengaruh iklim global yang tidak menentu telah membuat pasar menemukan titik keseimbangan harga minyak. Meski begitu, peningkatan aktivitas pengeboran minyak di Amerika Serikat tidak serta-merta membuat harga minyak menembus US$ 56 per barel.

“Jumlah rig Amerika Serikat terus bertambah dan kenaikan ini sudah mencapai catatan tertinggi dalam dua tahun terakhir,” kata broker minyak dari Freight Services International (FIS) di Dubai, Matt Stanley, seperti dilansir Reuters, Senin (10/4). (Baca: Tren Kenaikan ICP Terhenti, Minyak Indonesia Maret Turun 7 Persen)

Bank asal Amerika Serikat, Goldman Sachs menyebutkan, berdasarkan data pengeboran minyak tahunan Amerika Serikat, produksi akan naik 215 ribu barel per hari (bph) tahun ini. (Baca: ADB Ramal Kenaikan Permintaan Dunia Bisa Tangkal Kebijakan Trump)

Kenaikan produksi minyak Amerika Serikat tersebut berlawanan dengan pemangkasan yang diinisiasi oleh Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC). Pembatasan produksi oleh OPEC bertujuan menekan harga melalui pengurangan pasokan sepanjang semester I 2017.

Strategi ini kemungkinan akan terus berlanjut sehingga harga minyak tidak akan mengalami penurunan dalam waktu dekat.