Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengaku dirinya telah menerima arahan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait rencana gugatan PT Freeport Indonesia ke pengadilan arbitrase internasional. Jokowi berpesan agar Kementerjan ESDM mencari jalan terbaik serta tidak melanggar hukum dalam persoalan ini.

Arcandra menjelaskan pihaknya saat ini masih mencari jalan keluar terbaik untuk mengatasi persoalan antara pemerintah dengan Freeport. Dalam proses dialog yang berjalan saat ini, ada perdebatan yang cukup alot antara pemerintah serta perusahaan tambang Amerika Serikat tersebut.

"Arahan Presiden Jokowi cari jalan terbaik serta tidak melanggar hukum," kata Arcandra saat ditemui di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (21/2). (Baca: Jokowi Serahkan Persoalan Freeport kepada Jonan)

Sebenarnya, kata dia, saat ini pemerintah harus siap menghadapi rencana gugatan Freeport di pengadilan arbitrase internasional. Namun, dia berharap langkah tersebut menjadi upaya terakhir apabila kedua belah pihak tidak dapat menemukan solusi terbaik.

Arcandra juga mengaku belum mengetahui apa konsekuensi yang akan terjadi seandainya Indonesia kalah dalam gugatan tersebut. Dia hanya memastikan saat ini pemerintah mencari jalan terbaik bagi Indonesia dan Freeport. Namun di sisi lain kedaulatan negara tetap harus dijaga.

"Kita lihat lagi nanti, saya juga belum tahu gugatan mereka ke arbitrase (seperti apa)," katanya.

Sementara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyatakan pemerintah akan menghadapi ancaman PT Freeport Indonesia yang akan membawa masalah perubahan Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) ke Badan Arbitrase Internasional. Dia menekankan Freeport harus tunduk pada aturan Indonesia

"Kalau tidak mau berubah (jadi IUPK) ya sudah. Masa kita (Indonesia) diatur," ujar Luhut. (Baca: Tekan Freeport, Pemerintah Bisa Gunakan Isu Pencemaran Lingkungan)

PT Freeport Indonesia memang sudah menyatakan berencana menggugat Pemerintah Indonesia ke pengadilan arbitrase internasional. Alasannya, perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu menilai pemerintah telah melanggar kontrak setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 pada 12 Januari lalu.

President dan CEO Freeport McMoRan Inc. Richard C. Adkerson mengatakan, pihaknya tidak mau menerima perubahan kontrak karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang ditentukan dalam PP 1/2017 tersebut. Sebab, IUPK itu tidak menjamin kepastian fiskal dan investasi jangka panjang seperti halnya dalam KK.

Ia pun menilai Pemerintah Indonesia telah melakukan keputusan sepihak. Karenanya, Freeport memberikan tenggang waktu selama 120 hari kepada Pemerintah Indonesia untuk mencapai kesepakatan. Hal ini sesuai dengan aturan penyelesaian sengketa yang ada dalam Kontrak Karya.

Jika hingga empat bulan ke depan tidak tercapai kata sepakat, maka Freeport akan menggunakan haknya untuk mengajukan sengketa tersebut ke arbitrase internasional. “Jadi hari ini Freeport tidak lakukan arbitrase, tapi mulai proses lakukan arbitrase," kata Adkerson. (Baca: DPR Salahkan Freeport, Smelter Harusnya Selesai Dibangun 2014)