Denie menilai masing-masing opsi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Dengan opsi farm out, proses penyelesaiannya akan memakan waktu lama dan bisa mengancam proyek tersebut molor. Apalagi Lapangan Jambaran Tiung Biru merupakan bagian dari kontrak PSC Blok Cepu.

(Baca: ExxonMobil Minta Alokasi Gas Tiung Biru Seluruhnya untuk Pertamina)

Sementara dengan opsi skema sole risk, kepemilikan ExxonMobil masih ada pada lapangan tersebut. Namun, prosesnya akan lebih cepat, sehingga pengembangan Lapangan Jambaran Tiung Biru bisa sesuai target. Bahkan, kata dia, secara prinsip ExxonMobil mendukung opsi tersebut.

Vice President Public and Goverment Affair ExxonMobil Erwin Maryoto pernah mengatakan pihaknya tidak menutup kemungkinan jika Pertamina memang ingin membeli hak kelolanya di Lapangan Tiung Biru. “Kami siap berdialog dan terbuka terhadap semua kemungkinan yang terbaik bagi semua pihak,” ujarnya.

Hingga kini opsi-opsi tersebut masih menjadi kajian dalam diskusi dan belum ada keputusan. Ia berharap setelah negosiasi selesai, maka proses Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) Gas Tiung Biru bisa dilakukan. Apalagi realokasi gas dari Lapangan Tiung Biru dari PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC) kepada Pertamina sudah disetujui Menteri ESDM. '' Kalau ini selesai kami langsung tandatangan PJBG,'' kata Denie.

(Baca: Pemerintah Tolak Permintaan Insentif Proyek Jambaran-Tiung Biru)

Halaman: