Berkat Efisiensi, Pertamina Raup Laba Kuartal III Rp 37 Triliun

Arief Kamaludin|KATADATA
Proses pengisian bahan bakar di salah satu SPBU di Jakarta.
8/11/2016, 18.15 WIB

Di tengah tren lesunya sektor minyak dan gas bumi (migas), PT Pertamina (Persero) terus menumpuk laba. Perusahaan BUMN energi ini berhasil meraup laba bersih sebesar US$ 2,83 miliar atau sekitar Rp 37,06 triliun hingga akhir kuartal III lalu. Keuntungan bersih ini melonjak 209 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yakni US$ 914 juta atau Rp 11,97  triliun.

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, salah satu faktor melonjaknya laba tersebut adalah proses efisiensi di perusahaan. “Pencapaian itu bisa diraih karena Pertamina dapat meningkatkan kinerja operasi, di sisi lain terjadi penurunan biaya melalui efisiensi,” kata dia saat konferensi pers kinerja kuartal III-2016 Pertamina di Gedung Pertamina, Jakarta, Selasa (8/11).

(Baca: Rencana Pertamina Miliki Blok Migas di Rusia Tertunda)

Langkah efisiensi ini dilakukan di tengah rendahnya harga minyak dunia. Harga minyak dunia yang turun sejak 2014 telah menggerus pendapatan Pertamina. Hingga kuartal III lalu, pendapatan perusahaan ini sebesar US$ 26,62 miliar atau turun sekitar 16,8 persen dari periode sama 2015.

Namun, selama sembilan bulan pertama tahun ini, Pertamina berhasil memangkas biaya sebesar 27 persen. Sampai akhir tahun nanti, program efisiensi melalui Breakthrough Project 2016  ditargetkan senilai US$ 1,64 miliar, Namun, per akhir September lalu, nilai efisiensinya sudah mencapai US$ 1,643 miliar.

Efisiensi terbesar dilakukan di sektor hulu, dengan nilai US$ 834 juta. Pertamina juga berhasil menekan biaya pokok produksi kilang yang berada di kisaran 104,2 persen MOPS hingga September 2015, turun menjadi 98,2 persen pada periode sama tahun ini.

Sedangkan kinerja sektor hulu mencatatkan pencapaian volume produksi 646 ribu barel setara minyak per hari, yang terdiri dari 309 ribu barel per hari minyak dan 1.953 mmscfd gas. Volume itu meningkat 12.3 persen dibandingkan periode sama 2015.

Sementara itu, adanya efisiensi biaya pokok produksi kilang menjadikan harga produk kilang Pertamina lebih kompetitif. Yield valuable product kilang juga meningkat dalam setahun dari 74,39 persen menjadi 77,79 persen per akhir September lalu. (Baca: Tiga Negara Siap Gusur Aramco Garap Kilang Dumai dan Balongan)

Untuk proyek kilang, Pertamina menargetkan peningkatan kapasitas Kilang Balikpapan tahap I selesai pada Juni 2019 dan beroperasi tiga bulan setelah itu. Namun, untuk memproduksi BBM standar Euro 5 baru bisa terlaksana 2021. Sedangkan Kilang Cilacap yang bekerja sama dengan Saudi Aramco selesai pada akhir 2022 dengan spesifikasi standar Euro 5.

Adapun kilang minyak baru di Tuban yang merupakan bisnis patungan antara Pertamina dan Rosneft Rusia akan selesai pada akhir 2021 dengan standar Euro 5. Sedangkan Kilang Bontang yang sudah diputuskan menjadi penugasan kepada Pertamina dan tentatif akan selesai pada 2023, juga dengan standard Euro 5.

Selain itu, produksi listrik panas bumi mencapai 2.233 GwH setara listrik. Adapun, transportasi gas mencapai  393 BSCF dengan penjualan gas perusahaan mencapai 530 BBTU. 

Pertamina juga mencatat peningkatan penjualan bahan bakar minyak (BBM) dan non-BBM dibandingkan dengan tahun lalu. Penjualan BBM pada kuartal III lalu mencapai 47,77 juta kiloliter (KL) atau naik tipis dari 45,81 juta KL pada periode sama 2015. Dalam periode tersebut juga terjadi lonjakan penjualan Bahan Bakar Khusus Pertamax Series sebesar 206 persen menjadi 6,21 juta KL.

Sementara untuk penjualan non-BBM sampai akhir September lalu mencapai 6,64 juta KL. Jumlahnya naik 4,8 persen dari periode sama 2015. (Baca: Demi BBM Satu Harga, Pemerintah Diminta Subsidi Pertamina)

Pertamina juga terus mengembangkan infrastruktur. Beberapa proyek, seperti pipa gas Gresik-Semarang, Muara Karang – Muara Tawar dan Tegal Gede, telah mencapai kemajuan hampir 70 persen.