Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum bersedia memberikan perpanjangan kontrak Blok Masela kepada Inpex Corporation setelah berakhir tahun 2028. Alasannya, selain masa kontrak Blok Masela masih tersisa 12 tahun lagi, saat ini gas dari Lapangan Abadi di blok itu belum ada pembelinya.

Direktur Pembinaan Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Tunggal mengatakan, sesuai dengan aturan, perpanjangan kontrak baru boleh diajukan paling cepat 10 tahun dan paling lambat dua tahun sebelum masa kontrak berakhir. Sementara kontrak Inpex di Blok Masela berakhir tahun 2028.

(Baca: Lima Poin Jawaban Luhut atas Permintaan Insentif Blok Masela)

Artinya, permohonan perpanjangan kontrak baru bisa diajukan paling cepat tahun 2018. Namun, sebenarnya permohonan tersebut itu bisa dipercepat jika Blok Masela telah memiliki perjanjian jual-beli gas. Ketentuan tersebut tertuang dalam Pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2004 tentang kegiatan usaha hulu migas.

Sayangnya, sampai saat Inpex selaku operator Blok Masela belum pernah menunjukkan dokumen perjanjian jual-beli gas. “Kalau belum punya, belum bisa mengajukan,” kata Tunggal di Jakarta, Senin (24/10).

Untuk itu, Kementerian Energi meminta Inpex lebih gencar menjual gas hasil produksi dari Blok Masela. Dengan begitu, perusahaan asal Jepang ini memiliki peluang mengajukan permohonan perpanjangan kontrak meskipun masih tersisa 12 tahun.

Perpanjangan kontrak adalah salah satu item insentif yang diminta Inpex kepada Kementerian Energi. Permintaan insentif itu terkait rencana pengembangan Blok Masela menggunakan skema darat, sehingga mencapai nilai ekonomis dan tingkat investasi yang wajar. 

Selain perpanjangan kontrak, Inpex juga meminta moratorium kontrak selama 10 tahun sehingga kontraknya baru berakhir 2038. Namun, menurut Tunggal, istilah moratorium tidak ada di peraturan perundang-undangan. (Baca: Jonan Minta Inpex Percepat Rencana Pengembang Blok Masela)

Di sisi lain, Inpex juga mengusulkan untuk menaikkan produksi dari sebelumnya sebesar 7,5 ton per tahun (mtpa) menjadi 9,5 mtpa. Hal ini masih dikaji oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).

Adapun beberapa komponen yang harus dilihat sebelum menyetujui penambahan kapasitas, antara lain kecukupan jumlah cadangan, jumlah sumur yang harus dibor, jangka waktu produksi, hingga pangsa pasar yang akan menyerap gas. Tunggal mengatakan, gas dari Blok Masela harus menimbulkan efek berantai bagi masyarakat sekitar.

Karena itu, gas Blok Masela bisa dimanfaatkan untuk industri pupuk atau industri lainnya di dalam negeri. Jadi, tidak hanya dijual berupa gas alam cair (LNG) ke luar negeri. “Kalau LNG harus dijual keluar, ya multiplier effect-nya tidak ada,” kata Tunggal. (Baca: Menteri Jonan Libatkan Masyarakat Kembangkan Blok Masela)

Permintaan Inpex lainnya adalah penggantian biaya yang telah dikeluarkan selama ini sekitar US$ 1,2 miliar. Permintaan itu belum bisa dijawab pemerintah sekarang. "Apakah sunk cost menjadi bagian yang secara legal bisa dikembalikan atau tidak, teman-teman dari sini pelajari dulu," ujar Tunggal.