Pemerintah mengusulkan prinsip assume and disharge masuk dalam Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) yang tengah digodok DPR. Dengan prinsip ini, minyak dan gas bumi yang didapat kontraktor sudah bersih dan tidak perlu lagi membayar pajak tidak langsung. Sebaliknya bagi hasil yang didapat pemerintah sudah termasuk pajak.
Sekretaris Direktorat Jenderal Migas Susyanto mengatakan prinsip ini merupakan usulan dari investor migas. “Indonesian Petroleum Association dan investor perminyakan itu merasa lebih terjamin kalau prinsip assume and discharge itu kembali,” kata dia saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Senin (26/9). (Baca: Kemenkeu Tak Sepakat Usulan Kementerian ESDM soal Pajak Migas)
Kementerian Keuangan kata Susyanto mengakui bahwa ada kebutuhan agar prinsip ini diterapkan kembali dalam skema bagi hasil migas. Masalahnya, penerapan prinsip assume and discharge masih terkendala oleh Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, terutama pasal 31.
Pasal 31 ini mengatur mengenai penerimaan negara. Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang melaksanakan kegiatan usaha hulu wajib membayar penerimaan negara yang berupa pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Penerimaan negara yang berupa pajak terdiri atas pajak-pajak, bea masuk, dan pungutan lain atas impor dan cukai, pajak daerah dan retribusi daerah. Sementara PNBP terdiri atas bagian negara, pungutan negara yang berupa iuran tetap dan iuran eksplorasi dan eksploitasi, serta bonus-bonus.
Pemerintah menganggap revisi UU Migas saat ini bisa menjadi momen penting untuk mengubah ketentuan ini. “Kalau mau, di Undang-Undang yang baru itu, kami masukkan prinsip assume and discharge,” ujar Susyanto.
Usulan pemerintah lainnya dalam RUU Migas adalah mengatur kembali status SKK Migas menjadi BUMN. Saat ini pemerintah masih mengkaji mengenai bentuk BUMN tersebut. Ada dua opsi yakni menjadi BUMN sendiri atau bergabung dengan BUMN yang ada.
Di sektor hilir migas, pemerintah mengusulkan pembentukan badan penyangga gas. Lembaga ini akan bertugas mengintervensi harga gas, sehingga bisa lebih murah dan bisa berdampak kepada daya saing industri. (Baca: Bahas RUU Migas, DPR Usulkan Pembubaran SKK Migas)
Sementara anggota Komisi VII DPR RI Inas Nasrullah Zubir mengatakan untuk sektor hilir, transmisi dan distribusi gas akan dikuasai oleh negara. Selama ini transmisi dan distribusi ini dikuasai oleh para pedagang (trader), sehingga harga gas menjadi mahal. “Jalan tol gas ini harus diambilalih oleh negara,” kata dia.
Selain itu Inas mengatakan RUU Migas ini juga akan mengatur masalah kerjasama internasional. Dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi, kerja sama internasional di bidang energi hanya dapat dilakukan untuk tiga hal.
Ketiga hal tersebut adalah menjamin ketahanan energi nasional, menjamin ketersediaan energi dalam negeri, dan meningkatkan perekonomian nasional. “Itu yang menyebabkan Pertamina menyerahkan tender kepada Petral. UU energi akan kami cegat di UU Migas,” ujar dia. (Baca: Revisi UU Migas, DPR Buka Opsi SKK Migas Jadi Badan Otoritas)
Mengenai kelembagaan SKK Migas, Inas mengusulkan agar dibentuk menjadi badan otoritas migas seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Badan Otoritas Migas ini nantinya tidak hanya untuk pengawasan tapi juga perizinan. Badan ini akan bersifat independen dan terbebas dari campur tangan pihak lain.