Pemerintah dan PT Pertamina (Persero) mulai menyiapkan kontrak bagi hasil (PSC) untuk Blok East Natuna. Penandantanganan kontrak PSC blok di Kepulauan Riau ini ditargetkan dalam waktu dekat sehingga bisa cepat berproduksi.

Direktur Pertamina Dwi Soetjipto menargetkan penandatanganan PSC Blok East Natuna berlangsung pada September nanti. “Baru kemarin kami rapat dengan (bagian) legal migas masalah ini. Syarat dan ketentuan kontrak sedang kami pelajari,” ujar dia di Jakarta, Kamis (25/8).

Sementara itu, Senior Vice President Upstream Strategic Planning and Operation Evaluation Pertamina Meidawati mengatakan penandatanganan kontrak blok ini dipercepat karena bisa memberikan nilai tambah untuk ketahanan Indonesia. Apalagi letak Blok East Natuna berada di perbatasan dan memiliki kandungan minyak dan gas yang cukup tinggi.

(Baca: Perpanjangan Blok Natuna, di Antara Kepentingan Amerika dan Cina)

Potensi minyak di Blok East Natuna mencapai 36 juta barel (MMBO). Sedangkan volume gas di tempat yang ada di Blok East Natuna (OGIP) mencapai 222 triliun kaki kubik (tcf). “Tapi masih perlu eksplorasi agar bisa diperkirakan lebih tepat,” ujar dia.

Tapi blok tersebut memilik kendala yakni kandungan karbondioksida (CO2) yang tinggi hampir mencapai 72 persen. Meski memiliki kandungan CO2 yang cukup besar, cadangan gas yang ada di Blok East Natuna masih bisa mencapai 46 tcf. Ini lebih besar dibandingkan Blok Masela yang hanya memiliki cadangan 10,73 tcf. (Baca: Pengembangan Blok East Natuna Hadapi Tiga Tantangan)

Mengenai porsi bagi hasil dalam kontrak, Meidawati mengatakan hal itu belum diputuskan. “Mau 60:40 atau bagaimana, kami akan mengkaji dulu yang jelas harus memberikan keuntungan untuk Pertamina dan pemerintah,” kata dia.  

Di sisi lain, pemerintah pernah menyiapkan insentif untuk Blok East Natuna. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, Internal Rate of Return (IRR) atau tingkat pengembalian investasi  untuk mengembangkan Blok East Natuna sebesar 12 persen.

Untuk mencapai tingkat investasi tersebut, perlu sejumlah insentif. Pertama, insentif keringanan pajak atau tax holiday selama lima tahun. Kedua, adalah jangka waktu kontrak lebih lama, yakni hingga 50 tahun. (Baca: Pemerintah Siapkan Insentif Agar Blok East Natuna Cepat Produksi)

Ketiga, bagi hasil yang lebih besar untuk kontraktor.  Skenario terburuknya adalah 100 persen bagi hasil minyak dan gas bumi dari blok tersebut menjadi milik kontraktor. Porsi bagi hasil sebesar itu masih belum dikurangi dengan pajak.