Pemerintah sedang menyelesaikan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010. Aturan ini berisi tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan (cost recovery) dan pajak penghasilan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi (migas).
Pelaksana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan revisi aturan tersebut sudah hampir final. Kemungkinan pekan depan draf PP yang baru sudah selesai dan tinggal ditandatangani Presiden Joko Widodo.
“Tadi sudah sepakat tinggal ada perbaikan, sekarang tim kecil bekerja. Jumat nanti saya akan dilaporkan lagi, kalau selesai kami proses dan akan teruskan pada Presiden,” kata dia usai rapat, Selasa (23/8). (Baca: Jokowi Dorong Revisi Aturan Cost Recovery dan Pajak Hulu Migas)
Rapat ini dilakukan antara pemerintah dengan kontraktor di Kantor Menteri Koordinator Bidang Maritim. Selain perwakilan Kementerian ESDM, hadir juga perwakilan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, SKK Migas dan Indonesia Petroleum Association (IPA).
Dia mengatakan ada enam sampai tujuh poin yang akan direvisi dari PP tersebut. Tujuannya agar investasi di sektor hulu migas bisa lebih menarik. Hasil rapat tersebut hanya tinggal menunggu respons dari pelaku usaha.
Investasi Hulu Migas 2004-2014
Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan setidaknya ada tiga tujuan dari revisi aturan tersebut. Ketiganya adalah memberi kepastian hukum, meningkatkan iklim investasi, dan penataan mengenai sistem fiskal dan perpajakan.
Mengacu tiga tujuan tersebut, ada beberapa usulan dalam revisi PP 79/2010. Salah satunya mengembalikan prinsip assume and discharge dalam skema bagi hasil migas. Dengan prinsip ini minyak dan gas bumi yang didapat kontraktor sudah bersih dan tidak perlu lagi membayar pajak tidak langsung. Sebaliknya bagi hasil yang didapat pemerintah sudah termasuk pajak.
Usulan lainnya adalah perubahan skema dari POD Basis menjadi Blok Basis. Dengan Blok Basis, selama dalam satu blok sudah ada yang berstatus produksi, lapangan lain yang masih berstatus eksplorasi bisa berubah statusnya menjadi produksi. (Baca: Revisi Aturan Pajak Hulu Migas 2010 Dinilai Salah Sasaran)
Dengan perubahan skema Blok Basis memang akan mempengaruhi cost recovery. Tapi belum tentu akan membengkakan biaya yang harus dikembalikan pemerintah. “Kalau temuannya lebih banyak, maka penerimaan negara lebih banyak,” ujar dia.
Menurut Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi & Sumber Daya dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Perekonomian Montty Giriana ada beberapa hal yang akan ditinjau ulang atas usulan-usulan revisi PP 79/2010. Pertama, masalah pajak, mana yang harus diterapkan mana yang tidak.
Kedua, skema audit. Saat ini yang melakukan audit dari ongkos produksi dinilai terlalu banyak, mulai dari Badan Pemeriksa Keuangan, SKK Migas dan Ditjen Migas. “Itu yang membuat mereka (investor) sedikit kebingungan. Harusnya satu saja, dan kita lihat mana yang paling bagus,” ujarnya.
Kemudian ada masalah skema kilang gas alam cair (LNG) yang tergolong sektor hilir migas. Ini membuat komponen yang biayanya bisa diganti pemerintah menjadi tidak bisa. Untuk itu, pemerintah akan menyusun ulang mengenai biaya mana saja yang bisa dipulihkan mana yang tidak. (Baca: Asosiasi Migas Nilai Beleid Cost Recovery 2010 Biang Lesunya Investasi)
Sementara itu, Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Majong mengatakan rapat kali ini merupakan rapat pertama untuk membahas mengenai itu. “Nanti kami bahas dulu. Besok kami rapat,” kata dia.