Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan membentuk tim ad hoc untuk mempercepat pengembangan Blok Masela. Tim itu beranggotakan perwakilan dari berbagai pihak dan lintas kementerian.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja mengatakan, tim ini terdiri dari perwakilan Direktorat Jenderal Migas, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Kementerian Perindustrian dan operator Blok Masela yakni Inpex Corporation dan Shell. “Kami secara insentif berkoordinasi dan bekerjasama,” kata dia di Jakarta, Selasa (9/8).

Tim ini terbentuk berdasarkan hasil pertemuan Menteri ESDM Arcandra Tahar dengan pimpinan Inpex Corporation di kantor Kementerian ESDM pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Arcandra meminta percepatan pengembangan Blok Masela dengan memasang target keputusan akhir investasi dapat terwujud tahun 2018 dan bisa berproduksi 2024.  (Baca: Arcandra Targetkan Putusan Akhir Investasi Blok Masela 2018)

Salah satu cara mempercepat persiapan pengembangan blok kaya gas di Laut Arafura itu adalah menjalankan sejumlah proses yang serial menjadi paralel. Misalnya, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bersamaan dengan Front End Engineering Design (FEED). 

Agar target tersebut tercapai, Wiratmaja akan mempercepat penyusunan proposal rencana pengembangan wilayah (PoD). “Tahun ini kalau bisa dipercepat PoD. Tiap bulan Menteri ESDM meminta proses evaluasi PoD di SKK Migas maupun di Kementerian ESDM,” ujar dia.

Di sisi lain, tim ad hoc juga mengkaji beberapa usulan agar Proyek Masela tetap ekonomis dengan skema pembangunan kilang di darat. Tapi, menurut Wiratmaja, usulan tersebut belum bisa diumumkan saat ini. Yang jelas, Kamis (11/8) nanti, tim akan bertemu untuk membahas proyek Blok Masela.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Katadata, ada beberapa insentif yang diminta oleh Inpex setelah pemerintah memutuskan pengembangan Blok Masela dengan skema kilang di darat (OLNG). Dengan insentif tersebut, perusahaan asal Jepang itu bisa mencapai tingkat pengembalian investasi (IRR) minimal 12 persen atau sesuai target perusahaan sebesar 15 persen. (Baca: Insentif Proyek Masela, Inpex Minta Porsi Bagi Hasil 50-60 Persen)

Pertama, kepastian perpanjangan kontrak pengelolaan Blok Masela selama 30 tahun, yang semestinya berakhir tahun 2028 menjadi 2058. Alasannya, Inpex baru akan mengajukan revisi rencana pengembangan atau Plan of Development (PoD) Masela setelah 2019. Alhasil, keputusan final investasi baru dilakukan 2025 atau tiga tahun sebelum masa kontraknya habis.

Kedua, insentif pajak berupa tax holiday selama 15 tahun. Ketiga, meminta biaya yang telah dikeluarkan selama ini sekitar US$ 1,6 miliar dihitung sebagai biaya operasi migas yang harus dikembalikan pemerintah (cost recovery).

Keempat, meminta penambahan porsi bagi hasil menjadi sekitar 50 - 60 persen. Artinya, bagian yang bakal diterima Inpex dari hasil produksi Blok Masela bakal lebih besar dibandingkan untuk negara.

Bahkan, di luar empat insentif tersebut, Inpex juga meminta penambahan kapasitas produksi kilang gas di Blok Masela. Usman mengatakan, tujuannya agar Proyek Masela yang menggunakan skema kilang di darat tetap menguntungkan. Tapi, dia belum mau menyebutkan lebih detail besaran kapasitas produksi yang diminta karena masih berdiskusi dengan SKK Migas. (Baca: Inpex Minta Penambahan Kapasitas Produksi Blok Masela)

Sebagai informasi, pada 2009 telah diputuskan pembangunan fasilitas pengolahan gas di laut (FLNG) di Blok Masela berkapasitas 2,5 juta ton per tahun (mtpa). Namun Inpex merevisi dan menambah kapasitas menjadi 7,5 mtpa karena menemukan cadangan baru di Lapangan Abadi.