Persoalan payung hukum bagi rencana investasi PT Pertamina (Persero) di Blok Mahakam pada tahun depan, sudah menemukan titik terang. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menilai payung hukumnya sudah tersedia sehingga tidak perlu membuat aturan baru.

Kepala Pusat Komunikasi Kementerian ESDM Sujatmiko mengatakan, agar dapat berinvestasi di Blok Mahakam pada 2017, Pertamina dapat menggunakan aturan tentang pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas bumi yang akan berakhir kontrak kerjasamanya.

“Bisa menggunakan Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2015 ,” kata dia kepada Katadata, Senin (11/7). (Baca: Peraturan Masa Transisi Blok Migas Telah Terbit)

Pasal 14 dalam beleid itu mengatur, Pertamina diberikan persetujuan untuk melakukan pengelolaan, kontraktor wajib bekerjasama dengan Pertamina untuk mengambil langkah-langkah persiapan peralihan pengelolaan sebelum berakhir kontrak kerja sama. Antara lain terkait dengan akses dan pemanfaatan data, aset, dan penggunaan tenaga kerja.

Selain payung hukum yang sudah tersedia, Kementerian ESDMjuga telah menyampaikan kepada Pertamina agar menjelaskan secara rinci rencana investasinya. “Dari rencana tersebut akan disiapkan tindak lanjutnya,” ujar dia.  

Sebelumnya, Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah menyampaikan keinginannya untuk berinvestasi di Blok Mahakam sebelum masa kontrak berakhir pengelolaan blok itu berakhir tahun 2017. Alasannya agar tetap ada kegiatan di blok itu, sehingga produksi tidak turun. (Baca: Pertamina Akan Talangi Biaya Investasi 2017 Blok Mahakam)

Namun, keinginan tersebut belum bisa direalisasikan karena operator kontrak Blok Mahakam masih dipegang Total E&P Indonesie hingga tahun depan. “Sebenarnya itu terikat kontrak tidak bisa diapa-apain. Tinggal masalah willingness dari Total saja untuk bisa mengizinkan kami masuk,” ujar dia.

Sedangkan President and General Manager Total E&P Indonesia Hardy Pramono menyatakan, boleh-tidaknya Pertamina berinvestasi sebelum masa kontrak Blok Mahakam berakhir tidak hanya bergantung dari persetujuan pihaknya. Sebab, rencana tersebut memerlukan payung hukum. Selain itu, membutuhkan persetujuaan dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).

Di sisi lain, Pramono mengakui adanya penurunan investasi Total di Blok Mahakam. Namun, penyebabnya bukan karena kontrak di Blok Mahakam akan berakhir, melainkan kondisi harga minyak yang masih rendah. (Baca: Total Tanggapi Rencana Investasi Pertamina di Blok Mahakam 2017)

Penurunan investasi tersebut juga tidak terkait dengan target produksi Blok Mahakam. Sebaliknya, dalam revisi Work, Plan and Budget (WP&B) SKK Migas menetapkan target produksi sebesar 1.572 mmscfd. Jumlahnya lebih tinggi dari target sebelumnya yakni 1.423 mmscfd.